Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat harus menjadi Jembatan Penyelesaian Konflik


Dokumen AMAN( FGD Perda PPHMA ) 
Ende, 26 September 2015- Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Wilayah Nusa bunga (PW AMAN ) menyelenggarakan kegiatan Focus Group Discussion  (FGD) untuk meminta pikirian kritis dari tokoh-tokoh penggerak masyarakat adat, pemerhati sosial  terhadap isi rancangan Peraturan Daerah Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak masyarakat adat  di kabupaten Ende.

Diskusi ini dilaksanakan di Wisma Firdaus Ende jalan Flores kabupaten Ende, dengan menghadiri Peserta diskusi dan Narasumber dari Kalangan Gereja, tokoh aktivis Lingkungan, LSM dan Akademisi .

Kegiatan ini diselenggarakan selama dua hari terhitung dari tanggal 25 – 26 Sepetember 2015.
Menurut Phlipus Kami  Ketua AMAN Nusa bunga pengatar awal dalam diskusi mangatakan bahwa proses pengerjaan Perda ini, akan berlangsung selama dua bulan sesuai waktu yang diberikan oleh DPRD Kabupaten Ende. Dan Perda yang dihasilkan harus betul-betul kualitas, sebab Perda ini yang mengatur hajat hidup orang banyak, sebagai salah satu penyelesaian konflik agraria dan tapal batas antar komunitas adat dan Negara. Masyarakat hukum adat adalah fondasi awal dalam membentuk sebuah Negara. Dalam membuat satu produk hukum mesti harus bisa mengakomodir kepentingan masyarakat adat dan menjadi jembatan untuk penyelesain konflik yang terjadi antara negara dan masyarakat adat.

“Pandangan AMAN Nusa bunga   dalam menilai proses penyusunan Naska akademik dan Isi pengakuan hukum Perda PPHMA ada 4 pilar yang harus di atur antar lain : Pertama, Pengakuan terhadap subjek hukum masyarakat adat,  Kedua, Pengakuah terhadap tanah ulayat, tanah adat, hutan adat , Ketiga ,Pengakuan kelembagaan adat , ke empat, Pengakuan aturan pengelolaan SDA berbasis hukum adat,” Ungkap Yulius F. Mari  

Selain itu Daut P Tambo  juga menjelaskan tentang permasalahan yang dihadapi masyarakat adat saat ini, khususnya di Flores Nusa bunga, yaitu Belum ada kejelasan batas wilayah masyarakat hukum adat sehingga memicu konflik tapal batas wilayah adat, Melemahnya tata susunan fungsionaris adat serta pembagian wewenang masing-masing fungsionaris adat dalam suatu kelompok masyarakat hukum adat. Akibat dari intervensi pemerintah daerah, Investor, dan kepentingan individual.  Selanjutnya ada Kebijakan politik pemerintah sehingga menghilangkan sistem pemerintahan asli, Pembatasan pengelolaan sumber daya alam secara tradisional oleh masyarakat,Perampasan Sumber Daya Alam (Kehutanan, pertambangan, pertanian, pengairan, pertanahan, pemukiman) oleh pemerintah, pemerintah daerah dan investor asing.

 “Perda Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat adat adalah salah satu perda inisitif DPRD kabupaten Ende, yang  dalam proses pengerjaannya butuh keterlibatan orang banyak, serta sama-sama memberikan masukan usul dan saran. Kita harus mempertimbangkan dengan matang dalam pengaturannya agar tidak memunculkan konflik baru ketika Perda ini di tetapkan,” Kata Ben Kelen Dosen Fakultas Hukum  Universitas Flores.


Jhuan Mari 
Share on Google Plus

About amannusabunga.blogspot.com

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar: