DPR Segera Membahas dan Mengesahkan RUU PPHMA dan Presiden Jokowi segera Menandatangani Satgas Masyarakat Adat
Organisasi,
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, AMAN, sejak berdiri tahun 1999, terus
bergelut dengan masalah-masalah ini, baik di lapangan, maupun di arena
pengambilan kebijakan di daerah, nasional dan internasional. Perubahan secara
perlahan tetapi pasti terus bergulir. UU yang baru semakin banyak memberikan
penegasan terhadap keberadaan Masyarakat Adat, demikian juga program-program
pembangunan pemerintah yang mulai memperhatikan dan mengakomodasi partisipasi
Masyarakat Adat. Namun perubahan yang parsial dan sektoral ini masih
belum mampu memulihkan hak-hak konstitusional Masyarakat Adat sebagaimana
diharapkan oleh Para Pendiri Bangsa ini. Masyarakat Adat membutuhkan komitmen
dan kepemimpinan dari pemerintah di negara ini mulai dari pusat hingga Daerah.
Indonesia,
di awal kemerdekaannya, adalah Negara yang maju dari sisi pengakuan Masyarakat
adat dan hak-haknya. Hal itu di amantkan dalam Pasal 18 UUD 1945 yang asli.
Bahwa Negara “mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan Masyarakat Hukum Adat”
yang harus diatur lebih lanjut dengan Perundang-Undangan, Bahkan amandemen
kedua Pasal 28 I ayat (3) UUD 1945 pada tahun 2001 menempatkan hak Masyarakat
adat sebagai hak azasi manusia. Sayangnya, sampai hari ini, hanya tinggal 8
hari lagi kita merayakan 70 tahun Indonesia merdeka, UU yang diamanatkan dalam konstitusi
tersebut belum juga ada.
Salah satu
dari hak Masyarakat adat itu yaitu Undang-undang PPHMA, Negara Indonesia telah mewariskan
produk perundang-undangan yang berdampak pada penindasan terhadap masyarakat
adat mulai dari UU Perambangan minerba, UU Agraria, UU kehutanan dan peraturan
perundang-undangan lainnya yang pasal-pasal mengandung unsur konflik pemerintah
di satu sisi dan pemerintah di sisi yang lain. Banyak sekali masalah yang
kemudian dialami oleh Masyarakat adat sebagai akibat dari 70 tahun masa
pengabaian atas hak-hak konstitusional: pemiskinan, pembunuhan, konflik,
kriminalisasi, kemusnahan bahasa, krisis identitas yang terus meluas dan
kualitas lingkungan hidup yang terus menurun yang berdampak pada semakin
memburuknya kesehatan Masyarakat adat di seluruh pelosok Nusantara.
Gambaran
singkat di atas menunjukan bahwa sebenarnya masyarakat adat merupakan salah satu
pilar yang telah berkontribusi pada pembangunan negara ini. Oleh karena itu
negara wajib mengakui dan melindungi
keberadaan masyarakat adat bukan sebaliknya menindas masyarakat
adat.
Banyak Konflik
yang terjadi di negara Republik Indonesia adalah konflik SDA
antara negara dan masyarakat adat yang kebijakannya lebih merugikan kehidupan
masyarakat adat. Di daerah-daerah khususnya NTT permasalahan antara Negara dan
masyarakat adat terus terjadi,konflik yang menimpa masyarakat adat antara lain,
konflik SDA seperti pertambangan, konflik tapal batas hutan adat dan
konflik Perampasan lahan masyarakat adat untuk di jadikan hutan
lindung dan lain-lain.
Data resmi AMAN Nusa Bunga
menunjukan jumlah konflik di wilayah NTT dan Flores Lembata khusus izin
pertambangan minerba yang masih berstatus Izin Eksplorasi berjumlah 313. Dari data ini maka,sebenarnya masyarakat adat
saat ini hidup dalam cengkraman
penindasan dan pemiskinan, yang secara perlahan akan menghancurkan sendi
kehidupan keberlanjutan masyarakat adat.
Selain itu untuk kabupaten Ende yang
sangat krusial adalah konflik kawasan hutan adat yang saat ini masih berstatus
pada kekuasaan negara sehingga kawasan hutan
yang di jadikan naman nasional seluas 5538.36 ha, cagar alam seluas
1958.24 ha, Hutan produksi konversi seluas 1186.029 ha, kawasan hutan Produksi
36556.701 ha, kawasan hutan produksi terbatas seluas 61506.603 ha,dan kawasan
Hutan lindung seluas 24193.338 ha.
Padahal, sesuai dengan keputusan
MK nomor 35/PUU-X/2012 memutuskan hutan
adat bukan lagi hutan negara dan peraturan
menteri lingkungan hidup dan kehutanan republik Indonesia Nomor : P.32/Menlhk-Setjen/2015 yang mengatur tentang Hutan Hak, sudah jelas
menunjukan Pemerintah daerah melaksanakan semua keputusan itu sehingga konflik
antara negera dan masyarakat adat tidak akan terjadi lagi.
Wilayah NTT adalah wilayah yang
pola pembangunan lebih berorientasi pada sektor pariwisata, Pertanian,
perikanan dan Pekebunan dengan pengelolaannya lebih ramah pada lingkungan.
Dari gambaran umum diatas,bahwa amanat UUD 1945 Pasal 18 B ayat
2, “Negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat serta
hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam
undang-undang”.
Fakta di
lapangan menunjukan telah terjadi pengabaian hak masyarakat adat atas
penguasaan sumber daya alam, seperti konflik sumber daya alam, konflik agraria
dan konflik kehutanan.
Kami Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Nusa Bunga
menyatakan sikap :
1.
Mendesak Presiden dan DPR RI segera membahas dan mengesahkan RUU
PPHMA menjadi Undang-Undang
2.
Mendesak
Presiden Jokowi segera menandatangani pembentukan Satgas Masyarakat Adat.
3.
Mendesak
Gubernur, Bupati dan walikota segera melaksanakan edaran Permendagri
No 52 tahun 2014 tentang pedoman pengakuan dan perlindungan masyarakat
hukum adat.
4.
Mendorong pemerintah daerah Kabupaten Ende dan DPRD Kabupaten Ende segera membahas Ranperda tentang PPHMA
5.
Mendorong
pemerintah daerah Kabupaten Ende dan DPRD Kabupaten Ende terus mempertahankan
perancanaan 3 batu tungku salah satunya melibatkan masyarakat adat.
6.
Mendorong
pemerintah Propinsi dan pemerintah Kabupaten kota seNusa Tenggara Timur
pengelolaan hutan lindung, Cagar alam dan TNk
berbasis
masyarakat adat
7.
Menerjemahkan
putusan MK No.35/PUU/X/2012 kedalam
peraturan perundang-undangan
0 komentar:
Posting Komentar