![]() |
Potret situasi Komunitas adat |
“Manusia berkarakter
dan berbudaya itu akan
meliputi: kecintaan pada kebenaran, berpihak kepada masyarakat yang tertindas, siap
berjuang demi
kedaulatan negara di segala
lapangan kehidupan, berfikiran kritis-konstruktif, mengabdi kepada kemanusiaan,
menjaga sumber kekayaan Alam
dan dll.”Bung Hatta.
Pendidikan tak bisa dipisahkan dengan kehidupan
masyarakat adat.
Pendapat inilah yang dianut oleh para penggiat dan penggerak
perjuangan masyarakat adat menuju pengakuan dan perlindungan dari Negera. Bagi mereka, pendidikan adalah aset
dari kehidupan masyarakat adat disebuah bangsa dan digunakan untuk mencapai cita-cita kolektifnya serta
kehidupan yang sejahterah aman damai lahir batin.
Pendidikan memang penting bagi sebuah bangsa. Dengan
pendidikanlah sebuah bangsa membebaskan masyarakatnya dari kebodohan dan keterbelakangan.
Selain itu, tak ada sistem ekonomi dan sistem politik tanpa didasari sistim
pendidikan. Sebab, pendidikanlah yang mengenalkan kita pada nilai-nilai,
mengenalkan keadaan, mengenalkan kita sejarah, mengenalkan kita untuk mengetahui masyarakat adat kita, dan lain-lain.
Kita bisa menengok pada kehidupan masyarakat adat
yang jauh sebelum negara ini di bentuk, apa yang dilakukan oleh masyarakat adat
dalam mempertahankan hidup dan melawan situasi alam yang proses penakluknya
begitu berat.
Alangkah cukup cerdas masyarakat adat pada zaman itu untuk menciptakan
semuanya, mulai dari pengetahuan sempai dengan kearifan budaya. Menurut Ki Hajar Dewantara sendiri
mengusulkan lima azas dalam penyelenggaraan pendidikan: kebangsaan, kebudayaan,
kemerdekaan, kemanusiaan, dan kodrat alam. Jika lima azas ini dipraktekkan,
kata Ki Hajar, maka lahirlah manusia yang benar-benar bisa diharapkan membangun
bangsa dan kemanusiaan.
Pendidikan harus melayani kebutuhan masyarakat adat. Karenanya, pelajaran atau kurikulum
pun harus disesuaikan dengan kepentingan masyarakat adat dalam perkembangannya. Artinya, jika sekarang masyarakat
adat sedang membangun,
maka lembaga pendidikan mesti mencetak ‘tenaga pembangunan yang siap
membangun daerah dan kampung halamanya’.
Nah, supaya tanggung-jawab itu bisa terlaksana, maka
pendidikan nasional harus mengutamakan pendidikan karakter dan fokus
landasan dasarnya adalah pendidikan muatan lokal. Mengapa pendidikan muatan lokal harus menjadi
basis utama dalam pengembangan pendidikan nasional, karena pendidikan Lokal
akan fokus bicara terkait membangun kampung atau daerah asal untuk
memberdayakan masyarakat adat menjaga dan mengelolah sumber kekayaan alam untuk
pembangunan kehidupan yang berkelanjutan.
Jika dilihat, pendidikan nasional saat ini model dorongannya adalah
menciptakan dan mengelolah potensi yang ada di setiap daerah maka, dengan sendirinya
kemajuan suatu bangsa akan tercapai di depan pintu kemerdekaan sesuai dengan
landasan dasar negara ini.
Belajar dari situasi sekarang ini
lembaga pendidikan mulai dari tingkat SD hingga perguruan tinggi tidak mengenal
lagi yang nama pendidikan muatan lokal. Pendidikan muatan lokal adalah penting
karena disanalah akan di terapkan pengetahuan berkarater, nilai-nilai budaya,
kearifan-kearifan budaya, dan pendokumentasi semua sumber kekayaan budaya
masyarakat adat demi generasi penerus untuk tetap mempertahankan. Pendidikan
Muatan lokallah yang mampu membendung budaya-budaya asing yang saat ini masif
menggrogoti kebudayaan Indonesia. Oleh karena itu, semestinya pendidikan
Nasional harus menghidupkan kembali kurikulum muatan lokal, dan mulai di
terapkan dilembaga pendidikan khsusnya lembaga Universitas agar generasi
Indonesia bisa mengerti dan menjaganya.
Menurut Bung Hatta, tujuan universitas tidaklah semata-mata mendidik
orang untuk ilmu pengetahuan, tetapai juga untuk mendidik karakter. “Ilmu dapat
dipelajari oleh segala orang yang cerdas dan tajam otaknya, tetapi manusia yang
berkarakter tidak bisa diperoleh begitu saja,” kata Bung Hatta.
Bung Hatta sendiri menganggap “mempertinggi karakter dan
moral” sebagai tugas pokok pendidikan nasional bangsa yang baru merdeka. Sebab,
pendidikan karakter itulah yang membebaskan sel-sel otak murid dari fikiran
kolot, rendah diri (inferior-complex), dan berfikir diri sendiri.
![]() |
Kearifan Budaya harus di pertahankan |
Manusia berkarakter dan berbudaya itu akan meliputi: kecintaan pada kebenaran,
berpihak kepada masyarakat yang tertindas, siap berjuang demi kedaulatan
negara di segala lapangan kehidupan, berfikiran
kritis-konstruktif, mengabdi kepada kemanusiaan, menjaga sumber
kekayaan Alam dan dll.
Situasi sekarang Ini pendidikan kita dilema dalam proses penerapan
metode yang tepat untuk peningkat kualitas pembangunan suatu bangsa. Sistem pendidikan nasional, yang
makin tunduk pada ideologi pasar, makin menjauh dari kepentingan
masyarakat apa lagi masyarakat adat dan
negara. Pendidikan nasional tak lagi menghasilkan manusia yang berbudaya
sebab kurikulum muatan lokal sudah di hilangkan. Hasilnya, kita punya banyak ahli atau pemikir di segala bidang,
tetapi sangat sedikit yang berdedikasi kepada negara dan rakyat atau
kembali ke kampung halaman tempat asal muasal dan mulai membangun perubahan di
kampung itu .
Lihat saja ekonom-ekonom kita terjebak pada
budaya asing. Banyak
diantara mereka yang menimbah ilmu ekonomi di luar negeri. Namun, ketika mereka
menjadi pejabat negara, kebijakan mereka justru menghancurkan ekonomi nasional
dan ekonomi kampung sehingga memiskinkan masyarakat terus meningkat. Mereka punya gelar tinggi dan faham
teori-teori ekonomi yang sebenarnya belajar dari situasi kehidupan
masyarakat adat. Namun,
corak berfikir mereka belum lepas dari “economische minderwaardigheid”,
yaitu penyakit orang yang selalu merasa rendah diri dalam perekonomian.
Ada beberapa persoalan di sini. Pertama, proses
penyelenggaran pendidikan kita sudah bergeser dari semangat pembukaan UUD 1945,
yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, menjadi semangat melayani kepentingan
akumulasi keuntungan.
Kedua, kurikulum pendidikan tidak lagi disandarkan pada
kebutuhan masyarakat . Yang terjadi, kurikulum disusun sesuai dengan kepentingan
pasar tenaga kerja dan kebutuhan industri kapitalis.
Ketiga, Kurikulum muatan lokal
yang sentuhannya langsung pada peningkatan kecerdasan masyarakat adat
dihapuskan dan membiarkan anak negeri lebih fokus mengenal budaya asing Akhirnya, banyak pengetahuan yang dikembangkan
di universitas tidak bisa menjawab problem konkret masyarakat lebih
khususnya masyarakat adat yang mempunyai sumber kakayaan alam.
Ke Empat, proses penyelenggaraan pendidikan nyaris tanpa
partisipasi dan keterlibatan masyarakat Luas. Tembok-tembok universitas dibangun
tinggi-tinggi untuk memisahkan kehidupan kampus dan masyarakat di sekitarnya.
Akibatnya, lembaga-lembaga pendidikan seperti terisolasi dari masyarakat. Sebagian besar lembaga pendidikan
di Indonesia itu bak menara gading di tengah-tengah masyarakat.
Keempat, banyak pejabat Universitas di Indonesia bermental Inlander.
Ini terlihat, misalnya, pada semangat “asingisasi” perguruan tinggi. Mereka
bangga jika kampusnya mendapat kategori “world class University”. Ironisnya,
internasionalisasi pendidikan hanya dimaknai sekadar penggunaan bahasa asing
(Inggris) dalam pengantar kuliah di daerah-daerah pun juga menggunakan
semangat asingisasi bahasa lokal pelan-pelan di hilangkan. Sedangkan corak dan kedalaman
ilmunya masih tetap terbelakang.
Kelima, pendidikan nasional sekarang sangat diskriminatif,
segmentatif, dan banyak pengecualian terhadap masyarakat adat. Orang-orang yang bisa mengenyam
pendidikan hanyalah orang yang sanggup membeli atau membayar mahal. Ini akibat
bekerjanya ideologi pasar dalam dunia pendidikan nasional.
Keenam, pendidikan nasional saat ini sangat alergi dengan
fikiran-fikiran kritis dan emansipatoris. Akhir-akhir ini kita sering
menyaksikan keputusan pejabat universitas mend-DO mahasiswa-mahasiswa kritis yang
berpikir tentang kedaulatan negara . Juga, tak sedikit universitas yang alergi dengan pergerakan
mahasiswa.
Kekayaan terbesar suatu bangsa terletak pada pengetahuan masyarakat
adat. Karena itu, sesuai
dengan pembukaan UUD 1945, pendidikan nasional harus bisa mencerdaskan
kehidupan bangsa. Mencerdaskan di sini tak bisa dimaknai sekedar punya “ilmu
pengetahuan”, tetapi juga harus punya keberpihakan dan keterlibatan dalam
pembangunan bangsa. Karena itu, mutlak kurikulum itu harus menekankan agar
siswa bisa berfikir kritis, faham akan realitas sosial di sekitarnya, dan punya
tanggung jawab moral bagi perjuangan masyarakat adat dan bangsanya.
Masyarakat adat yang menjadi
penyangga bangsa ini dan sudah menciptkan semua pengetahuan akan tetapi
Pendidikan yang fokus mengenal masyarakat adat dan kearifannya tidak di
terapkan, bahkan di hilangkan oleh sitem kurikulum Nasional. Oleh karena itu
dengan semangat Pengakuan dan Perlindungan Terhadap Hak-Hak Masyarakat Adat maka,
pendidikan Nasional Indonesia harus mempunyai kurikulum khusus terkait
masyarakat adat agar kehidupan dan budayanya terus di pertahankan untuk Ribuan tahun yang
akan datang. *** Sekian
Oleh : Yulius
Fanus Mari. Biro Infokom AMAN Nusa Bunga
0 komentar:
Posting Komentar