NARASI KEGIATAN TRAINING COMMUNITI ORGANIZER AMAN NUSA BUNGA

KABAR AMAN


LAPORAN KEGIATANPELATIHAN PENGORGANISASIAN KOMUNITAS MASYARAKAT ADAT
(TRAINING COMMUNITY ORGANIZER)
AMAN WILAYAH NUSA BUNGA
Ende, 5-8 Juli 2013
 

I.       PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Masyarakat adat adalah komunitas masyarakat yang hadir jauh sebelum negara ini dibentuk. Masyarakat adat merupakan Komunitas-komunitas yang hidup berdasarkan asal-usul leluhur secara turun-temurun di atas suatu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya yang diatur oleh Hukum adat dan Lembaga adat yang mengelolah keberlangsungan kehidupan masyarakatnya. Mereka telah hidup dengan kearifan lokal yang dimiliki serta potensi yang terdapat di masing-masing komunitasnya.  Yang artinya masyarakat adat memiliki kewenangan untuk mengatur hidupnya sendiri sesuai dengan apa yang mereka miliki dan apa yang mereka punyai sesuai dengan apa yang mereka inginkan.
Adapun terbentuknya negara yakni sebagai upaya untuk mengatur masyarakat adat agar kehidupannya diakui, dilindungi hak-hak masyarakat adat  dari ancaman pihak luar yang eksploitatif. Negara justru harus menghargai kehidupan dari masyarakat adat. Bukan sebaliknya, negara dijadikan senjata bagi kaum perakus untuk menembak dan menembusi masyarakatnya sendiri, dengan tujuan memuluskan niat korporasi untuk mencaplok aset berharga dari masyarakat adat, karena besarnya sebuah eksistensi negara tidak terlepas dari kontribusi masyarakat adat.
Kondisi tersebut mengambarkarkan bahwa interaksi antara masyarakat adat dan negara ibaratnya dua sisi mata uang yang saling melekat, sulit untuk berpisah. Konsekuensinya sangat rasional, ketika negara mecoba untuk meniadakan urusan dari masyarakat adat, maka keutuhan akan terancam.
Harapan itu kini tinggal harapan saja yang tentunya memberikan makna yang menyimpang dari apa yang diimpikan. Hal ini karena realita mengatakan bahwa negara Indonesia hari ini telah menjadi penjajah bagi masyarakat adat itu sendiri. Negara dengan menggunakan kuasa dan wewenangnya untuk membunuh karakter keaslian budaya dari masyarakat adat.
Banyak konflik yang terjadi di negara ini yakni antara perusahaan dan masyarakat adat yang ingin mempertahankan hak mereka atas tanah yang dirampas oleh pihak pertambangan, perkebunan, dll. Konfik disebabkan oleh perilaku negara yang tidak konsisten dengan apa yang diamanatkan oleh UUD dan Pancasila yang dianuti sebagai dasar filosofi negara.
Kini konflik tersebut telah membias ke pelosok-pelosok tanah air, seiring dengan hadirnya para investor yang berkepentingan akan pelebaran sayap usahanya. Di NTT melalui kebijakan pemerintah mengeluarkan kurang lebih 244 izin tambang kepada para investor, mengakibatkan tidak sedikitnya tanah masyarakat adat yang terancam di caplok oleh pemerintah untuk kepentingan investor. Sikap pemerintah yang tidak peduli dengan masyarakat adat terkait pemberian izin tambang tersebut menunaikan berbagai gejolak perlawanan masyarakat adat sebagai bentuk mempertahankan hak-hak atas tanah ulayat, hutan adat yang di wariskan oleh leluhur yang diyakini sebagai jiwa dan napas hidup mereka.
Kondisi demikian sangat mengancam bagi keberlansungan kehidupan masyarakat adat kedepannya. Oleh karena itu, AMAN melalui AMAN Wilayah Nusa Bunga sebagai wadah perjuangan bagi masyarakat adat Flores-Lembata bermaksud menciptakan kader-kader penggerak di komunitas-komunitas masyarakat adat yang mampu mengorganisir komunitas agar dapat keluar dari persoalan-persoalan yang dihadapi. Salah satu upaya yang akan dilakukan adalah mengadakan pelatihan pengorganisasian komunitas bagi kader-kader muda masyarakat adat anggota AMAN, sehingga terwujudnya masyarakat adat yang berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi, dan bermartabat secara budaya.
B.     Tujuan
Adapun tujuan dari pelatihan ini adalah:
1.      Menciptakan kader-kader penggerak di setiap komunitas masyarakat adat anggota AMAN yang berada di setiap Pengurus Daerah dan Organisasi Sayap.
2.      Meningkatkan kapasitas peserta training dalam mengorganisir masyarakat adat.
3.      Meningkatkan kesadaran dan kepedulian peserta training terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat adat di setiap Pengurus Daerah dan Organisasi Sayap.
4.      Meningkatkan kepercayaan diri peserta training untuk menjadi organiser tangguh di komunitasnya masing-masing.
C.     Hasil yang diharapkan 
1.      Terciptanya kader-kader penggerak di setiap komunitas masyarakat adat anggota AMAN yang berada di setiap Pengurus Daearh dan Organisasi sayap.
2.      Peserta training memiliki kapasitas untuk mengorganisir komunitas-komunitas masyarakat adat.
3.      Peserta training memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat adat.
4.      Meningkatnya kepercayaan diri peserta training untuk mengakui dirinya sebagai masyarakat adat.

II.    ISI LAPORAN
1.      Jenis kegiatan yang di lakukan
Pelatihan pengorganisasian komunitas masyarakat adat  aman wilayah nusa bunga (training community organizer)
2.      Waktu dan tempat kegiatan
Waktu : kegiatan Training Community Organiser (CO)  AMAN Wilayah Nusa Bunga akan    dilaksanakan pada hari/tanggal : Rabu, 05-Sabtu, 08 Juni 2013.
Tempat : kegiatan Training Community Organiser (CO)  AMAN wilayah Nusa Bunga akan dilaksanakan di FIRDsaus Centre, Jl. Flores, Desa Nanganesa, Ende-Flores-NTT

3.      Petugas kegiatan
a)   Fasilitator/Narasumber : Fasilitator dalam kegiatan Training Community Organiser (CO) ini berasal dari fasilitator nasional dan Wilayah.
1.      Eustobio Rero Renggi
2.      Erasmus Cahyadi
3.      Philipus Kami
4.      Ronny So
5.      Vincent Sangu
b)   Notalensi : yang mencatat semua proses kegiatan pelatihan pengorganisasian CO yakni : Nona Ros dan Laurens Seru
c)   Pelancar kegiatan Training pengorganisasian CO tersebut adalah Panitia pelaksana
4.      Peserta kegiatang
Peserta training Community Organiser ini berjumlah 25 orang dari komunitas anggota AMAN, yang terdiri dari :
No
Utusan Peserta
Jumlah Peserta
1
PW AMAN Nusa Bunga
3 orang
2
PD AMAN Flores Bagian Barat
2 orang
3
PD AMAN Flores Bagian Timur
2 orang
4
Kader AMAN dari Flores Tengah
2 orang
5
Perempuan AMAN Nusa Bunga
8 orang
6
BPAN Nusa Bunga
8 orang
          Jumlah
25    Orang

5.   Data Base Peserta Training Community Organizing (terlampir I)
6.   Lapuran keuangan (terlampir II)
7.   Dokumentasi (terlampir III)
8.   Absensi kegiatan training (terlampir IV)
9.   Pelaksana kegiatan (menurut bidangnya, urutan waktu pelaksanaan, urutan fakta / datanya).
Kegiatan Training dilaksanakan oleh AMAN Wilayah Nusa Bunga dalam hal ini divisi pendidikan dan kaderisasi. Waktu pelaksananya hari/tanggal : Rabu, 5-8 Juni 2013 dengan rincian urutannya sebagai berikut :
1.   Hari Pertama (Rabu, 5 Juni 2013)
è Pembukaan 
a.    Seremonial di pandu oleh MC : Herson Loy
b.   Doa Adat dipimpin oleh bapak Yohanes Ndate (Peserta Training CO)
c.    Laporan Panitia Penyelenggara Yulius Fanus Mari
d.   Sambutan yang mewakili PB AMAN (Eustobio Rero Renggi)
Kegiatan training CO ini merupakan mandate kongres Tobelo Maluku pada 2012 yang lalu. Artinya bahwa kegiatan training merupakan tindaklanjut dari kesepakatan kerjasama antara AMAN dengan lembaga donor dari Jepang melalui beberapa item kegiatan, seperti peningkatan kapasitas kader pengorganisasian sebagai pengggerak di masing-maising  komunitas adat dalam kaitan dengan advokasi  permasalahan dan konflik  yang terjadi.  Kegiatan lainnya ialah pelatihan fasilitator pemetaan partisipatif wilayah-wilayah adat di masing-masing komunitas dan juga kegiatan peningkatan produktivitas ekonomi masyarakat adat.
Untuk itu, agar program ini dapat dijalankan di wilayah-wilayah senusantara syarat yang harus dipenuhi adalah soal struktur keorganisasian AMAN itu sendiri sebagai penanggungjawab terhadap seluruh kegiatan yang akan di jalankan.
e.    Sambutan ketua BPH AMAN Wilayah Nusa Bunga sekaligus membuka kegiatan pelatihan training CO
Wajib bagi masyarakat adat mewariskan nilai-nilai adat yang ditinggalkan nenek moyang pada jaman dahulu kala. Katakan juga soal nilai-nilai yang hidup di tengah masyaakat adat kita kepada generasi dan kepada pihak luar sebagai bentuk pengakuan bahwa sebenarnya kita ada dan masih hidup. Disana (komunita adat) ada ilmu pengetahan, sebuah nilai yng harus kita jaga bersama, kearifan-kearifan itu harus kita jaga. Itulah menjadi kehebatan kita, karena kita ada seblum negara ini ada. Sejak ratusan tahun kita sudah ada lebih dulu seblum negara ini ada.
Jangan lupa kita  juga perlu bangun jaringan dengan semua komponen peduli perjuangan AMAN untuk menjaga keaslian dari komunitas adat agar tidak mudah terjebak dalam tindakan eksploitasi dari pihak lain, Juga dengan media, perlu dan berharap mendukung kerja-kerja masyarakat adat.
Sudah adanya keputusan MK yang mendukung masyarakat adat, keputusan MK no.35/ PPU-X/2012 tentang yudisial riview undang-undang kehutanan No.41 Tahun 1999.  Dengan dukungan nenek moyang dari labuan bajo sampai lembata kita semua dapat berada disini dan mengikuti kegiatan ini, untuk itu saya membuka kegiatan ini dengan resmi.
Harapan dari kegiatan pelatihan adalah kita dapat menyatukan kekuatan kita yang tertindas. Dalam perjuangan tidak perlu takut karena itu kita harus bersatu.
Tujuan kita lewat media dapat menulis tentang seluruh kegiatan dan aktifitas Masyarakat Adat sehingga dapat diketahui oleh publik tentang Masyarakat Adat yang selama ini dianggap lemah.
Generasi harus didorong untuk kembali kekampung untuk membangun kekuatan dan membela komunitasnya dari tantangan.
Respon dari dunia sangat baik dengan perjuanganmasyarakat adat dari hasil putusan MK.
Apa yang harus kita buat setelah kegiatan ini, diharapkan pulang kampung dapat menyusun strategi perjuangan. Langkah ini dibuat untuk menunjukan bahwa persoalan yang selama ini terjadi sudah tidak lagi karena sudah menang lewat putusan MK, mendukung putusan MK.
è Perkenalan dan Penyusunan Harapan dari kegiatan (difasilitasi oleh Bapak Roni So)
a.       Perkanalan
Perkenalanan dengan cara menulis nama dan satu kata disecarik kertas dan memindahkan kesamping kanan satu kali, orang disampingnya melanjutkan dengan menulis kata lain sampai empat kata menjadi satu kalimat. Kemudian dengan dinamika pelemparan bolah dan orang tersebut lansung membacakan dan memperkenalkan dirinya.
1.      Nama lengkap : Petrus Alexandrinus Lay
Panggilan : petrus
Kalimat : Satu tujuan berjuang untuk masyarakat adat
2.      Nama lengkap : Hildagardis Urni
Panggilan      : Hilda
Kalimat          : Perkembangan budaya adat
3.      Nama lengkap : Stanislaus Layi
Panggilan      : stanis
Kalimat          : Advokasi perjuangan merupakan awal perjuangan
4.      Nama lengkap : yohana lelo wada
Panggilan      : yohana
Kalimat          : advokasi mempertahankan hak Masyarakat Adat Nusabunga
5.      Nama lengkap : Cristoforus  Ata Kita
Panggilan      :  Rio
Kalimat          :  Manggarai Timur terus maju aman
6.      Nama lengkap :  Gerardus  Boro
Panggilan      : Renol
Kalimat          :  Mosalaki adat budaya aman
7.      Nama lengkap : Daud P.Tambo
Panggilan      : Daud
Kalimat          : Aliansi masyarakat adat nusantara indonesia berdaulat
8.      Nama lengkap : Kornelis Basot
Panggilan      :  Nelis
Kalimat          : adat diakui juga oleh pemerintah
9.      Nama lengkap : Hendrikus Firman
Panggilan      :  Hery
Kalimat          : kita bersatu berjuang untk  menang dan Aman
10.  Nama lengkap :  Yohanes Ndate
Panggilan      :  Joni
Kalimat          :  kita sama-sama berjuang ke AMAN Nusantara
11.  Nama lengkap : Wilibrodus Edi Nikson Masa
Panggilan      : Edi
Kalimat          : mayarakat ada nusa bunga berjuanglah
12.  Nama lengkap : Laurensius Seru
Panggilan      : Laurens
Kalimat          :  Berjuang , membelah hak masyarakat adat
13.  Nama lengkap : Vinsen Sangu
Panggilan      : Vinsen
Kalimat          : eksitensi keberdaan masyarakat adat rekonsiliasi hak masyarakat adat
14.  Nama lengkap : Beldiana Salestina
Panggilan      : Beldis
Kalimat          : Hutan secara adil dan sejahtera
15.  Nama lengkap :  Sofia T.Risna
Panggilan      : Softa
Kalimat          : Hutan, Tanah dan air harus dilestarikan
16.  Nama lengkap : Salomon Parera
Panggilan      :  salomon
Kalimat          :  bersama aman kita maju berjuang
17.  Nama lengkap : Yakobus Juang
Panggilan      : Kobus
Kalimat          :  Ulayat Aman komunitas adat
18.  Nama lengkap : Theresia Boleng
Panggilan      : Esy
Kalimat          : pusaka hutan aman nusabunga jaya
19.  Nama lengkap : Yosef Danur
Panggilan      :  Yos
Kalimat          : konflik masyarakat adat penegakan hukum nasional
20.  Nama lengkap : Maria Rosita
Panggilan      : Ros
Kalimat          :  Tanah dicaplok rakyat miskin
21.  Nama lengkap : Sius Nadus
Panggilan      : Sius
Kalimat          : budaya, adat nusa bunga aman
22.  Nama lengkap : Maximilianus Herson Loi
Panggilan      : Herson
Kalimat          : Hutan adat rebut kembali masyarakat adat
23.  Nama lengkap : Eustobio Renggi
Panggilan      : Eustobio
Kalimat          : tanah warisan leluhur
24.  Nama lengkap : Lukas Lawa
Panggilan      : Lukas
Kalimat          : demi tanah kami rela mati
25.  Nama lengkap : Yulius Fanus Mari
Panggilan      : Juan
Kalimat          : mati demi adat wajar
26.  Nama lengkap : yuliana Ndara
Panggilan      : yuli
Kalimat          : hidup perempuan adat
27.  Nama lengkap : Katarina Panggo
Panggilan      : katrin
Kalimat          : maju terus masyarakat adat jangan mundur
28.  Nama lengkap : Martin Mitang
Panggilan      : Marti
Kalimat          : masyarakat adat ada sebelum Negara ada
29.  Nama lengkap : Agnes Nogo
Panggilan      : Agnes
Kalimat          : hutan milik adat, buka Negara


b . harapan kelompok
Kelompok I (sadar)  : harapan dari Kegiatan Pelatihan CO
1.      Lahirnya Kualitas perjuangan AMAN
2.      Melakukan Koordinasi dengan stake holder
3.      Kader2 mudah mestinya lebih mendekatkan diri dengan komunitas Masyarakat Adat di daerahnya masing2
Kelompok II (Barisan pembebasan Masyarakat Adat) : harapannya
1.      Perluasan ke komunitas yang belum terdaftar
2.      Terciptanya kader yang cerdas, trampil, revolusioner, progresif
3.      Sosialisasi hasil keputusan MK dan penanaman papan informasi putusan MK di wilayah perbatasan hutan Adat
Kelompok III (solid) :  harapan dari kegiatan pelatihan CO
1.      Rasa Aman
2.      Memahami AMAN secara organisasi dan pengorganisasian masyarakat Adat
3.      Sosialisasi MA dengan terlebih dahulu mensosialisasikan AMAN dan Program perjuangannya ke komunitas
Kelompok IV (orang hutan) : harapan dari kegiatan pelatihan CO
1.      Memahami kebijakan internasional, nasional dan daerah
2.      Mampu mengorganisasikan MA
3.      Mengerti Strategi Advokasiperjuangan AMAN

a.   Membedah Problematika Masyarakat Adat Di Komunitas Masing-Masing ( Philipus Kami)
Dikatakannya bahwa Banyak persoalan ditingkat komunitas Adat, hal ini perlu kita gali bersama. Munculnya persoalan itu ada hubungan dengan kebijakan pemerentah. Untuk memperjuangkan persoalan tersebut kita harus mengutus orang2 ke DPR sebanyak-banyaknya. politik menjadi penting dalam memperjuangkan hak2 AMAN kedepan.
Lembaga-lembaga yang meminggirkan Masyarakat Adat yakni pemerintah dan pemilik modal. Konspirasi ke dua lembaga tersebut untuk kepentingan kelompoknya dan menindas Masyarakat Adat.
Presentasi Hasil Diskusi Kelompok Flores Barat:
1.      Belum mengakui adanya AMAN di Flores bagian Barat oleh pemerintah dan BKSDA
2.      Penetapan tapal batas hutan : hutan lindung, hutan adat, hutan kelola yang masih tumpah tindih
Presentasi Hasil Diskusi Kelompok Flores Timur :
1.      Lembata setelah MUSDA mulai perjuangan advokasi kebijakan tentang tapal batas penangkapan hutan batas
2.      Lembata belum terdaftar menjadi anggota AMAN, tapi perjuangan mereka sudah atas nama AMAN
3.      Gerakan AMAN di Sikka mulai bergerak sejak tahun 2002
4.      Dalam konteks menyelesaikan persoalan penuh dengan manipulasi dan banyak teman-teman dalam perjuangan selalu punya kepentingan hal ini berdampak pada menurunnya semangat perjuangan masyarakat adat sika dan bahkan nyaris hilang.
5.      Terkait dengan kegiatan tambang emas di kecamatan Paga, pasir besi di kecamatan Lela dibatalkan oleh masyarakat walaupun banyak bujukan dari pihak investor bahwa tambang mensejahterakan rakyat.
6.      Sikka sudah melakukan perjuangan terhadap berbagai kebijakan pemerintah yang tidak pro pada kepentingan rakyat, tapi mengalami persoalan dan butuh pendampingan dalam advokasi. Dalam kegiatan ini juga diupayakan bisa melahirkan strategi perjuangan kedepan.
7.      Perbedaan pandangan antara kader AMAN Sikka tentang AMAN itu sendiri (soal idiologi perjuangan)
8.      Keberhasilan dalam gerakan : semua hutan adat sudah berhasil di ambil alih oleh masyarakat adat. Semua lahan yang di ambil dimanfaatkan dengan penanaman komoditi umur panjang, seperti jambumente dan sekarang sudah menjadi kebun warga.
9.      Sosialisasi Aman sudah dilakukan oleh pengurus daerah Flores Timur kepada komunitas Masyarakat Adat di Lembata. Materi yang disosialisasi yakni ADRT dan program perjuangan AMAN secara keseluruhan
Presentasi Hasil Diskusi Kelompok Flores Tengah :
Ende :
·         Persoalan yang dihadapi oleh Masyarakat Adat yang ada di Kabupaten Ende yakni : pertambangan dan tapal batas. Persoalan yang terjadi karena di fasilitasi oleh pemerintah berupa pemberian Izin kepada pihak investor.
·         Dalam memberikan izin tambang pemerintah secara sepihak tampa sepengetahuan Masyarakat Adat yang memiliki tanah.
·         Pengklaiman oleh pemerintah terhadap hutan adat dengan bentuk penanaman pilar di areal tanah garapan yang dikerjakan oleh petani sekian tahun.
·         Tidak ada reaksi perlawanan dari masyarakat, karena masyarakat tidak paham akan persoalan yang mereka hadapi.
·         Ada kaitannya antara penanaman pilar sebagai batas hutan lindung dengan kepentingan pihak pertambangan akan pengelolahan potensi yang terkandung didalam perut bumi tersebut.
·         Pengambilan secara sepihak areal tanah persekutuan adat saga untuk menjadi taman nasional. Melarang masyarakat untuk tidak boleh masuk karena sudah menjadi kewenangan pemerintah. Untuk meredam benturan di masyarakat maka di kasi pekerjaan kepada kaum pribumi untuk bekerja ditaman nasional.
·         Pemerintah menetapkan hutan lindung diperkampungan seperti di Wologai, Aumati, Kakajodho, Nuabosi
Penjelasan Fasilitator
1.      Menjelaskan tentang hubungan negara dan investior,(  kapitalisme ) yang berdampak pada semakin tertindas dan bahkan semakin miskin.
2.      Negara mengeluarkan kebijakan terkait dengan kehidupan masyarakat menjadi sejahterah akan tetapi iming-iming adalah kepentingan para pemilik modal.
3.      Hubungan antara kebijakan dan tindakan lapangan yaitu undang-undang mengamanatkan bahwa negara mengatur tentang hanjat hidup orang banyak. Dengan tindakan hukum dijalankan dengan mengklaim dan mengintimidasi masyarakat adat.
4.      Hubungan politisi dengan investor dan kemudian mengamankan produk hukum yang berpihak kepada pemilik modal.
5.      Dari persoalan masyarakat adat yang ada, maka jelas penjelasan pemerintah dapat kita ketahui bahwa pemerintah dengan kebijakannya lebih  pada keuntungan pemilik modal. Sehingga bantuan-bantuan yang dikeluarkan oleh pemerintah mempunyai kepentingan dibalik semuanya itu.
6.      Pertentangan di dalam masyarakat adat merupakan persoalan yang diciptakan oleh sekelompok gerombolan yang mempunyai kepentingan politik, kepentingan ekonomi dan lain sebagainya.
7.      Pemerintah seolah-oleh mengeluarkan izin hasil titipan dari para komprador kapitalisme bahwa dengan mengeluarkan proyek atau izin pertambangan dengan janjinya adalah meningkatkan PAD  dan lain-kain. 

b.    Materi tentang : Platfon politik AMAN ( berdaulat secara politik, mandiri secara Ekonomi, bermartabat secara budaya).
Narasumber : Eustobio Rero Renggi




Berdaulat , Mandiri, dan Bermartabat 
“KAMI TIDAK MENGAKUI NEGARA, KALAU NEGARA TIDAK MENGAKUI KAMI”
(Pandangan Dasar Kongres Masyarakat Adat Nusantara 1999 tentang Posisi Masyarakat Adat terhadap Negara)
Masyarakat adat merupakan komunitas-komunitas yang hidup berdasarkan asal-usul leluhur secara turun temurun diatas suatu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan social budaya yang diatur oleh hukum adat dan lembaga adat yang mengelola keberlansungan kehidupan masyarakatnya.
4 warisan (asal-usul) leluhur sebagai unsure pembeda masyarakat adat dari masyarakat yang lainnya:
1.      Kelompok orang dengan identitas budaya yang sama (bahasa, spiritualitas, nilai-nilai, sikap dan perilaku yang membedakan kelompok social yang satu dengan yang lain).
2.      Sistim nilai dan kebudayaan (kearifan) tradisional : bukan untuk dilestarikan semata, tetapi juga dikembangkan sesuai kebutuhan hidup berkelanjutan
3.      Wilayah hidup (tanah, hutan, laut, dan sumber daya alam bukan untuk kepentingan produksi ekonomi semata, tetapi juga menyangkut system religi dan social budaya)
4.      Aturan dan tata kepengurusan hidup bersama (hukum adat dan lembaga adat) untuk mengatur dan mengurus diri sendiri sebagai suatu kelompok social, budaya, ekonomi dan politik
Visi AMAN tahun 2012-2017 : terwujudnya kehidupan masyarakat adat yang adil dan sejahtera.
Misi AMAN  : mewujudkan masyarakat adat yang berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi, dan bermartabat secara budaya.
Tujuan AMAN :
·      Mengembalikan kepercayaan diri, harkat dan martabat masyarakat adat nusantara, baik secara laki-laki maupun perempuan, sehingga mampu menikmati hak-haknya.
·      Mengembalikan kedaulatan masyarakat adat nusantara untuk mempertahakan hak-hak ekonomi, social, budaya dan politik.
·      Mencerdaskan dan meningkatkan kemampuan masyarakat adat mempertahankan dan mengembangkan kearifan adat untuk melindungi bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
·      Mengembangkan proses pengambilan keputusan yang demokratis
·      Membela dan memperjuangkan pengakuan, penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak masyarakat adat
Nilai Dan Prinsip-Prinsip Aman : Keberlanjutan (dalam pengelolaan sumberdaya alam kita harus titipkan ke generasi yang akan datang), Keberagaman (yang kita dorong adalah pluralisme), Kebersamaan (kita harus bangun kebersamaan), Keadilan (prinsip ini harus kita bangun dari awal), Demokratis , Keseimbangan , Transparansi, Akuntabilitas, Kesetaraan gender, HAM.
Aman Memperjuagkan Masyarakat Adat Untuk Bisa :
Berdaulat Secara Politik : menentukan sendiri tujuan hidupnya dan cara untuk mencapainya, menolak pemaksaan pihak luar dalam menentukan keputusan bersama
Mandiri Secara Ekonomi : tidak tergantung dengan pihak luar untuk memenuhi kecukupan hidupnya
Bermartabat Secara Budaya : bangga dengan identitas budayanya sebagai masyarakat adat dalam berinteraksi dengan masyarakat lain
Dijelaskan juga tentang struktur AMAN, keanggotaan AMAN, struktur organisasi kerja PB AMAN periode 2012-2017. Tugas dan funsi dari pengurus wilayah, pengurus daerah dan tata cara penerimaan anggota AMAN serta mekanisme penerimaan dan persyaratan menjadi kader-kader AMAN.
Problematika Masyarakat Adat :
      Pemiskinan dan kemiskinan yang merajalela di kalangan masyarakat adat - ‘tikus yang mati di lumbung padi’
      Pelanggaran HAM Masyarakat Adat di daerah-daerah kaya sumberdaya alam – ‘kriminalisasi: menjadi pencuri harta sendiri’
      Kerusakan lingkungan yang semakin meluas dan telah mengancam kapasitas keberlanjutan ekosistem dan penyangga kehidupan masyarakat adat – ‘menjadi korban dari perbuatan orang lain’
      Open access yang bermuara pada orientasi pengelolaan pada komoditi, bukan pada pengelolaan kawasan ekosistem
      ‘menjadi Orang Asing di Tanah Sendiri’
Proses Penaklukan Masyarakat Adat oleh Negara, Agama , Pasar Dan Modal :
Secara umum dikategorikan dalam dua jenis proses;
      Pertama, negara kerajaan yang terbangun sendiri dari dalam masyarakat dengan berkembangnya pelapisan-pelapisan sosial baru yang bersifat struktural-hirarkis.
      Kedua, negara kerajaan/kesultanan yang terbentuk sebagai wujud  persekongkolan di antara kepentingan ekonomi-politik pihak asing -- pemilik modal dan para pedagang dari negara asing yang jauh -- dengan para elit lokal komunitas adat.
      Sejarah dari berbagai tempat di pelosok nusantara menunjukkan bahwa para raja/sultan bersama elit kerajaan/kesultanan lainnya berhasil menghilangkan kontrol rakyat terhadap berbagai tindakan para bangsawan yang merampas hak-hak Masyarakat Adat atas tanah dan hutan.
      Kita kenal sebagai jaman feodal, yaitu masa di mana raja/sultan, bangsawan dan kerabat-kerabatnya melakukan perampasan terhadap hak-hak rakyat atas tanah sebagai pernyataan penaklukan secara politik.
      Masa sebelum kolonial, interaksi Masyarakat Adat dengan agama baru (disertai dengan masuknya konsep negara) merubah nilai-nilai cara hidup sebagian Masyarakat Adat di berbagai pelosok Nusantara.
A.    Negara pada masa Kolonialisme
·         Mulai munculnya proses perampasan hak-hak Masyarakat Adat secara sistematis dan terorganisir untuk memproduksi hasil bumi
·         Pelaku perampasan ini adalah para pedagang (swasta) dari Belanda yang sudah berdatangan sejak tahun 1596 di Jawa
·         Tahun 1602 membentuk organisasi/asosiasi bernama “Vereneegde Oost-Indische Compagnie” (VOC)
·         Tahun 1611 organisasi VOC melalui perlindungan pemerintah kolonial memulai operasi penjarahan kekayaan Masyarakat Adat skala “kecil”
·         VOC juga membeli kayu dari rakyat melalui pedagang-pedagang lokal. Segelintir rakyat mendapat percikan hasil dari kayu yang dijarah dari harta bersama komunitas adatnya dan menjadi bagian dari lingkaran bisnis kayu.
·         Praktek penebangan sembrono dan pemberian upah rendah berdampak pada kerusakan hutan yang berat di areal-areal bekas tebangan dan memiskinkan rakyat di sekitarnya. 
·         Hasilnya, rakyat (termasuk Masyarakat Adat) secara sproradis dan tidak terorganisir secara terus-menerus menyampaikan keluhan-keluhan.
·         Tahun 1722 Keluhan-keluhan dan protes-protes ditanggapi Pemerintah Belanda
·         Tahun 1796 VOC dibubarkan untuk memudahkan menentukan langkah-langkah  perbaikan pengelolaan hutan selanjutnya oleh Pemerintah Belanda.
·         Pendekatan baru yang “ilmiah” ternyata tambah memperparah penindasan bagi Masyarakat Adat (UU Agraria tahun 1870 diterbitkan) yang bertujuan menghilangkan hak-hak Masyarakat Adat dengan menetapkan bahwa setiap tanah di Hindia Belanda yang tidak dibebani hak milik adalah tanah negara.
·         Di luar Jawa pada masa yang sama, kondisi hutan masih relatif utuh, pengelolaan  sebagian besar hutan masih barada di bawah kendali lembaga yang ada di komunitas-komunitas Masyarakat Adat dan sebagian lainnnya di daerah pesisir dan dataran rendah sudah dikuasai oleh pihak Kerajaan/Kesultanan.
·         Salah satu penyebab perlawanan Masyarakat Adat pada jaman ini adalah masuknya agama baru sebagai bagian dari penjajahan dari negara asing.




B.      Negara pada Masa Orde Lama
      Setelah proklamasi kemerdekaan tahun 1945, dinamika politik di seluruh lapisan mulai menguat sejalan dengan antusiasme rakyat “mengisi kemerdekaan dengan demokratisasi”.
      Semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” secara filosofis menunjukkan penghormatan bangsa Indonesia atas kemajemukan atau keragaman sosial, budaya, politik dan agama. Kemajemukan ini akan menjadi kekuatan kalau dikelola secara demokratis.
      UUD 1945 yang dikerjakan secara cepat dan masih belum tuntas diperdebatkan karena dinilai terlalu sentralistik, segera disahkan sebagai dokumen resmi penyelenggaraan negara “sementara”.
      Konstitusi “sementara” memberi wewenang kepada negara untuk “menguasai” bumi, air dan kekayaan alam untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat (Pasal 33), tetapi tetap melindungi otonomi asli komunitas adat sebagai daerah istimewa yang memiliki hak asal-usul dan pengurusannya dilakukan sesuai pranata adat masing-masing sebagai daerah istimewa (Pasal 18).
      Energi sosial dan politik rejim ini tercurah untuk “membangun bangsa” yang baru merdeka, urusan kesejahteraan rakyat terbengkalai. Ideologi negara yang sosialistik/populis (Sukarno menyebutnya: marhaenisme) tidak bekerja .
      Konstitusi tersebut juga secara otomatis mengambil alih keberadaan kekuasaan kerajaan/kesultanan “feodal” yang masih ada, kecuali wilayah kekuasaan Kesultanan Jogyakarta yang mendapatkan status daerah istimewa.
      UU Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 yang populis dan memberi perlindungan hukum untuk tanah ulayat/adat.
      Masyarakat adat “agak terbebaskan dari penindasan langsung” negara.
      Kurangnya pencerahan (pendidikan politik) telah memudahkan warga Masyarakat Adat/lokal untuk dipolitisasi, bahkan sampai menimbulkan polarisasi dan friksi politik di dalam suatu komunitas.
      Dampaknya massa-rakyat, termasuk Masyarakat Adat hanya diposisikan sebagai basis dukungan (mobilisasi politk “top-down”), bukan sebagai sebagai pelaku politik utama (partisipasi politik).
      Pengaruh militer dalam politik menguat
      Perpecahan di kalangan militer berdampak pemberontakan di daerah (contoh: Sulawesi Selatan)
      Banyak komunitas adat terpaksa harus meninggalkan wilayah adatnya untuk menyelamatkan diri dari pemberontakan. Tidak efektifnya pemerintah mengurus ekonomi rakyat pada akhirnya juga menimbulkan ketidak-puasan rakyat.
C.     Negara pada Masa Orde baru
      Ciri utama pemerintahan Orde Baru merupakan perpaduan antara kapitalisme, militerisme dan budaya politik feodalisme yang dibungkus dalam politik pembangunan untuk pertumbuhan ekonomi.
      Terjadi penindasan terhadap Masyarakat Adat terjadi di bidang  ekonomi, politik, hukum, maupun di bidang sosial dan budaya.
      Negara-bangsa yang sebelumnya digagas oleh Para Pendirinya  ternyata dikhianati oleh para penerusnya (merampas secara sistematis hak-hak Masyarakat Adat yang merupakan struktur dasar “negara-bangsa” yang majemuk).
      Kebijakan dan produk hukum dikeluarkan pemerintah, negara secara tidak adil dan tidak demokratis mengambil-alih hak asal usul, hak atas wilayah adat, hak untuk menegakkan sistem nilai, ideologi dan adat istiadat, hak ekonomi, serta hak politik Masyarakat Adat.
      Karakter rejim ini: kapitalistik, sentralistik dan militeristik dengan budaya politik kerajaan (penaklukan).
      Tanah & SDA: kembali ke UU Agraria 1870 yang memperkuat hak negara atas tanah melalui berbagai UU sektoral (kehutanan, pertambangan, dsb.). Tanah yang dikuasai Negara ini kemudian dikonsesikan kepada pengusaha-2 kroni penguasa.
      Pemerintahan di pedesaan: diseragamkan dengan desa “Jawa” dengan UU No. 5 Tahun 1979, ditambah lagi dengan masuknya BABINSA.
      Hukum dan peradilan adat: diintegrasikan dalam sistem hukum nasional sehingga menjadi tidak berdaya.
      Perdagangan hasil bumi dan akses kredit: dikendalikan oleh pemerintah melalui KUD, Sistem monopoli 
D.    Negara pada Masa Reformasi dan Otonomi Daerah
      “Reformasi” tidak diikuti dengan perubahan kebijakan dan hukum yang berarti dalam pengelolaan SDA.
      Energi dan kekuasaan yang dipegang penyelenggara negara tidak digunakan untuk mengganti total Peraturan Perundang-Undangan peninggalan ORBA.
      Salah satu kebijakan yang signifikan untuk dicermati adalah otonomi daerah dengan keluarnya UU No. 22  Tahun 1999 ttg Pemerintah Daerah.
      Realitas yang merebak dalam otonomi daerah adalah semakin menguatnya pemanfaatan/manipulasi “adat” dalam perebutan kekuasaan politik di daerah (contoh: issu putera daerah,dll).
      Semakin memperluas dan mempertegas sistem liberalisasi dan kapitalistik yang mengambil paksa wilayah-wilayah masyarakat adat
      Kepemilikan  individual menghancurkan kepemilikan kolektif. Contoh: terjadi pasar tanah dimana sistem tanah yang bersifat komunal /kolektif dipaksakan untuk menerapkan sistem tanah individual lewat model sertifikasi (Prona, Larasita, dll)
      Hak negara di atas segalanya dan mengaburkan hak masyarakat adat ..mis UU 41 tentang Kehutanan (Bab II Pasal 5), UU Pertambangan, UU Perkebunan, UU sumber daya Air
      Tingkat pelanggaran HAM yang  tak terselesaikan bahkan terus bertambah khususnya di wilayah-wilayah masyarakat adat yang kaya SDA

E.     Modal, Pasar dan Agama
Masyarakat Adat nusantara selalu pada posisi sebagai korban penindasan, penyingkiran dan penghisapan yang berkelanjutan oleh elit penguasa (negara yang didukung oleh pemodal dan pemimpin agama “baru” yang menopangnya),
Sangat penting bagi negara untuk mengakui keberadaan Masyarakat Adat beserta hak-hak asal-usul yang melekat padanya.
Modal
Masuknya konsesi di wilayah masyarakat adat dalam bentuk:
      HGU; untuk Konsesi Hak Guna Usaha di Perkebunan (Sawit, Tebu, Karet, dll)
      HPH; untuk Konsesi Hak Penguasaan  Hutan (logging)
      TN/Konservasi untuk Konsesi Taman Nasional
      HTI; untuk Konsesi Tanaman  Industri (bubur kertas)
      KP/IUP; untuk Konsesi Pertambangan yang mendapatkan modal dari Lembaga keuangan internasional (IMF, Bank Dunia)
      Beberapa perundangan yang menyokong kuasa korporasi antara lain: UU Minyak dan Gas, UU 41/99 tentang Kehutanan, Perpu No 1/2004 yang telah jadi UU N0 19.2004 tentang Pertambangan di Kawasan Lindung, UU No 7/2004 tentang Sumber Daya Air, UU 25/2007 tentang Penanaman Modal, UU No 26/2007 tentang Tata Ruang, UU no 27/2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau kecil, Pepres 36/2005 jo Pepres 65/2005 tentang Pengadaan Tanah untuk Infrastruktur
      Kenyataan bahwa semua UU tersebut tidak sesuai, atau bahkan bisa dikategorikan melanggar amanat pasal 18 UUD 1945.
      Kedaulatan negara ditegakkan secara represif dengan mengabaikan kedaulatan Masyarakat Adat untuk mengatur dan mengembangkan kemandirian kultural dan politik dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pasar
Tatanan ekonomi dan produksi masyarakat adat yang berbasis pada nilai kearifan masyarakat adat dihancurkan oleh Sistem perdagangan bebas yang dikuasai dan dikendalikan melalui perjanjian organisasi tingkat tinggi seperti WTO, ACFTA/CAFTA (perjanjian perdagangan bebas ASEAN-China), dll.
Agama
Diskriminasi atas pemenuhan kebutuhan dasar dan pelayanan publik oleh Pemaksaan nilai dan penyeragaman kepercayaan masyarakat adat melalui masuknya agama-agama baru seperti Islam (Bangsa Arab), Kristen (Bangsa Barat), Hindu dan Budha (Indo china)  yang mengancam terhapusnya sistem kepercayaan masyarakat adat seperti Kaharingan, Merapu, Parmalem dll


For Atention.....!!!
      Pertama, bahwa Masyarakat Adat selalu pada posisi tertindas (minoritas) dalam kehidupan politik suatu negara.
      Kedua, penyelenggara Negara umumnya memiliki pandangan yang terlalu disederhanakan terhadap kompleksitas persoalan yang muncul dari keberagaman budaya dan tradisi.
      Ketiga, tuntutan otonomi umumnya muncul dari kelompok-kelompok yang karena berbagai alasan telah disingkirkan atau dimarjinalisasi dari proses-proses pembuatan kebijakan.
      Keempat, konflik antara kelompok masyarakat yang berbeda budaya bisa muncul oleh berbagai sebab, tetapi konflik itu biasanya menjadi semakin intensif (bahkan muncul menjadi kekerasan) ketika negara dan otoritas agama-agama ingin memaksakan kehendaknya.
      Kelima, konflik umumnya muncul ketika perbedaan etnis menjadi satu elemen dalam praktek-praktek kekuasaan, perjuangan politik dan penguasaan (eksploitasi) ekonomi.
      Keenam, bahwa berbagai proyek pembangunan yang menyerobot wilayah kehidupan Masyarakat Adat selama rejim Orde Baru dan berlanjut di Orde “Reformasi” merupakan bentuk penjajahan (kolonialisme) oleh bangsa sendiri dan merupakan kelanjutan dari kolonialisme global (oleh bangsa asing) sebelumnya.
      Dari pengalaman ini penting adanya kehati-hatian dalam membangun gerakan Masyarakat Adat di Indonesia, termasuk dalam perjuangan mewujudkan otonomi asli Masyarakat Adat. 
Agenda  Tata Ulang
      Memperkuat Otonomi Daerah dengan Otonomi Asli Komunitas Adat
      UU khusus untuk pengakuan, penghormatan, perlindungan dan Pemenuhan hak-hak masyarakat adat
      PERDA Kabupaten dan Provinsi: pengakuan dan perlindungan serta alokasi dana khusus untuk pemberdayaan pranata adat
      Renegosiasi hak-hak konsesi (hutan, tambang, perkebunan, migas, laut) sesuai dengan prinsip-prinsip FPIC
      Membangun strategi revitalisasi dan rekonstruksi kelembagaan adat di masing-masing daerah sesuai kondisi faktual masyarakat adat
      Menuntaskan reformasi – perubahan kebijakan (peraturan per-UU-an dan program-program pembangunan) sektoral warisan dari rejim ORBA harus dipercepat: implementasi TAP MPR IX/2001 dan Deklarasi PBB tentang hak2 MA
      Diperlukan lembaga negara/instansi pemerintah yang mengurusi hak-hak dasar dan kebutuhan dasar Masyarakat Adat: Komnas Masyarakat Adat? Kementerian Negara Urusan Masyarakat Adat?
Penguatan  Masyarakat Adat: Menata Ulang Negara dari Kampung
      Harmonisasi wilayah adat/identitas kebudayaan dengan wilayah politik/administrasi negara
      Pemulihan peran [Pemangku] adat dalam politik kenegaraan – sejak masa kolonial kelembagaan adat ‘diberangus’, padahal lembaga adat pada hakikatnya adalah juga lembaga politik, khususnya musyawarah adat.
      Pembersihan praktek manipulasi adat oleh para politisi partai/birokrasi dan pengusaha -- dari musyawarah (kolektif) menjadi hanya urusan segelintir “elit adat”
      Pengorganisasian basis yang lebih kuat dan interaktif dari tingkat komunitas ke daerah, wilayah, nasional dan internasional.

2.   Hari Kedua  ( 6 Juni 2013 )
Instrumen Kebijakan Internasional Yang Melindungi Masyarakat Adat : UNRIP
Narasumber : Eramus Cahyadi
AMAN pada tahun 2011 memasukan Draf RUU PPHMA ke Balegnas untuk dibahas. Tetapi dibongkar kembali oleh Balegnas dan mengabaikan subtansi versi AMAN. Hal itu terjadi karena pihak Balegnas tidak memahami tentang masyarakat adat. Cara untuk mengenal AMAN tidak sekedar berteori, tetapi harus bisa menjerumuskan diri kedalam perjuangan AMAN itu sendiri. Tidak menjadi penonton tetapi harus menjadi pelaku dalam perjuangan membela hak-hak dari  masyarakat adat dari kerakusan Negara dan pemodal.
Sejarah Keterlibatan AMAN dengan PBB dimulai sejak tahun 1923/1925 disaat kepala adat Deskaheh dari Canada dan Selandia Baru berkunjung ke PBB Jenewa untuk membicarakan persoalan masyarakat adat. Sejak saat itulah, Masyarakat Adat mulai dilibatkan dalam pertemuan/ negosiasi PBB dan arena internasional. Isu-isu masyarakat adat menjadi salah satu isu penting dalam perdebatan internasional terkait HAM, lingkungan hidup, demokrasi, pluralism, dan HaKI.
UNDRIP lahir sebagai bagian dari sebuah kesadaran dunia mengenai pentingnya pengakuan, perlindungan dan pemajuan hal-hak kelompok masyarakat adat. UNDRIP diadopsi pada tanggal 13 September 2007. Ada 143 negara yang menerima (termasuk Indonesia). Ada 4 negara yang menolak dan 11 negara abstain. Negara bertanggungjawab dalam mengimplementasikan UNDRIP dengan mengambil langkah yang tepat dan efektif, termasuk membuat undang-undang demi tercapainya tujuan akhir dari UNDRIP.
UNDRIP disahkan setelah melalui proses perjuangan Masyarakat Adat di PBB yang berat selama 23 tahun. Deklarasi merupakan batu loncatan yang bersejarah dalam perjuangan Masyarakat Adat untuk menegakan HAM dan kebebasan dasarnya. Deklarasi merupakan suatu bentuk kesadaran global tentang masyarakat adat. Mengakui hak masyarakat adat dan melindungi masyarakat adat dari agresif pihak luar yang membahayakan. SBY di Taman Mini Internasional 16 Agustus 2007 berpidato bahwa “keberadaan dari masyarakat adat perlu sebuah regulasi khusus yang mengakui dan melindungi hak-hak masyarakat adat. Dilakukan deklarasi karena undang-undang yang disahkan sekarang 95 % tidakberpihak pada kepentingan masyarakat adat. Deklarasi dilakukan sebagai bentuk untuk mengikat hukum yang sudah ada dan sebagai instrument hukum yang mengikat secara moral. Hak untuk menentukan nasip sendiri diatur dalam deklarasi.  Isu tersebet sering dipakai oleh Negara yang mau merdeka.
Penegasannya bahwa masyarakat adat memiliki hak kolektif atas : Penentuan nasip sendiri, pemerintah sendiri, otonomi, tanah wilayah dan sumber daya alam, budaya dan kekayaan intelektual, FPIC, dan Penentua model dan bentuk-bentuk pembangunan sesuaikan dengan kebutuhan dari masyarakat adat.
UNRIP memiliki kekuatan hukum, tidak menciptakan hak baru tapi hanya menerjemahkan HAM kedalam kontek masyarakat adat. UNRIP menjadi alat untuk memastikan masyarakat adat menikmati HAK ASASI dan KEBEBASAN MENDASAR SECARA PENUH.
Ada tiga hal penting dalam deklarasi (isi UNRIP) :
1.   Hak untuk menentukan nasip sendiri oleh masyarakat adat pasal 3 . berdasarkan hak tersebut mereka secara bebas menentukan status politik, mengembangkan kemajuan ekonomi, social dan budaya
2.   Hak-hak atas tanah dan sumberdaya alam terdapat dalam pasal 25,30 dan 26. Masyarakat adat memiliki hak atas tanah, wilayah dan sumberdaya alam yang mereka miliki sejak nenek moyang. Hak untuk memiliki, menggunakan, mengembangkan dan mengontrol tanah-tanah, wilayah-wilayah, dan sumberdaya alam atas dasar kepemilikan warisan nenek moyang. Negara akan memberikan pengakuan hukum dan perlindungan atas hak-hak dan pengakuan itu harus sejalan dengan penghormatan atas kebiasaan, tradisi dan  system penguasaan tanah pada masyarakat adat yang bersangkutan.
3.   Hak atas pembangunan (pasal 23 dan 32). Masyarakat adat memiliki hak untuk menentukan dan mengembangkan prioritas dan strategi untuk melaksanakan hak mereka atas pembangunan. Hak untuk terlibat secara aktif dalam menentukan program-program yang berpihak pada kepentingan masyarakat adat.
FPIC Sebagai Salah Satu Politik Gerakan AMAN
Sesi hukum internasional
Erasmus Cahyadi  ( Direktur Hukum dan HAM  AMAN )
Menegaskan dan Menegosiasikan Hak Masyarakat Adat melalui Penerapan Prinsip-Prinsip FPIC:  Mendekatkan Masyarakat Adat pada Keadilan
FPIC merupakan anak kandung dari menentukan hak sendiri (lahir dari rahim UNRIP). FPIC : Free, Prior, dan Informen Concent. FPIC : hak yang dimiliki oleh masyarakat adat yang didasarkan setuju atau tidak setuju terhadap pembangunan yang diusulkan diatas wilayah masyarakat adat. Artinya bahwa pengembangan pembangunan tidak dapat dilaksanakan di atas tanah dan wiyah masyarakat adat, jika belum mendapat persetujuan dari masyarakat adat. Prinsif FPCI yakni hak bawahan dan hak berian. Bagaimana caranya agar hak bawahan tidak diintervensi oleh hak berian.
KLAIM MENDASAR MASYARAKAT ADAT
      Kami Tidak Akan Mengakui Negara Kalau Negara Tidak Mengakui Kami
      Kami Telah Ada Jauh Sebelum Negara Ada
      Para pendiri bangsa bahkan menyadari bahwa komunitas masyarakat adat ini memiliki hak yang bersifat asal-usul termasuk adanya kemampuan untuk menyelenggarakan pemerintahan dan sistem peradilan (periksa risalah sidang BPUPKI, dan Penjelasan UUD 1945)
SITUASI UMUM-1
      Kebijakan, seperti: UU Desa, UU Kehutanan, UU Mineral dan Batubara, dll
      Dalam banyak hal, negara dan masyarakat adat justeru hanya “bertemu” pada medan konflik.
      Negara-Negara memarginalisasi masyarakat adat (ekonomi, sosial-politik, dan budaya) melalui  tidak hadir sebagai pembawa kesejahteraan tetapi justeru memunculkna dirinya sebagai predator (pemangsa)
SITUASI UMUM-2
      Semua tanah dan sumber daya alam lainnya diasumsikan sebagai milik negara. Dengan asumsi tersebut maka kepemilikan masyarakat adat atas tanah dan sumber daya alam tidak diakui
      Perencanaan dan pelaksanaan pembangunan tidak melibatkan masyarakat adat
      Bagi masyarakat adat situasi demikian sangat sulit mereka percaya terutama karena dalam alam berpikir mereka negara itu lahir belakangan dan merupakan entitas yang lain dari mereka. Ini disebabkan karena secara sosiologis mereka sendiri telah mengembangkan satu sistem pemerintahan (negara) sendiri.
      Kehadiran negara bagi sebagian besar masyarakat adat adalah ancaman bagi kelangsungan hidup mereka
      Apalagi negara yang hadir itu kemudian tidak berhasil mensejahterakan rakyat. Malah dalam banyak peristiwa, negara hadir sebagai predator.

FPIC sebagai satu alat mencapai keadilan

      Keadilan tidak didapatkan oleh masyarakat adat melalui institusi-institusi penyelesaian konflik yang biasa dikenal, seperi pengadilan.
      Karena itu perlu menemukan cara baru dalam menyelesaikan konflik yang ada sekaligus merancang pembangunan  untuk masa depan minim konflik
      Dengan penekanan pada penciptaan ruang perundingan antara masyarakat adat dengan pihak lain, FPIC dipercaya dapat menghasilkan kesepakatan-kesepakatan yang dapat menjamin tercapainya  keadilan bagi semua pihak.
Sejarah FPIC
1. Konsep dan Sejarah Self Determination
2. FPIC sebagai salah satu wujud dari Self Determination
3. FPIC diadopsi dalam UNDRIP. Indonesia menjadi salah satu negara yang menyetujui UNDRIP==Indonesia harus melaksanakan UNDRIP

APAKAH FPIC ITU?
      Hak yang dimiliki oleh masyarakat adat untuk memutuskan ‘iya’ atau ‘tidak’ terhadap pembangunan yang diusulkan diatas tanah masyarakat adat
      Keputusan mengenai “YA” atau “TIDAK” tersebut diambil setelah terlebih dahulu mereka mendapatkan informasi yang jujur, lengkap, jelas dn terbuka mengenai agenda pembangunan yang akan masuk.
          Keputusan tentang “YA” atau “TIDAK” yang diambil oleh masyarakat adat tanpa paksaan atau tekanan (‘Free/Bebas’)
         Keputusan itu diambil sebelum mulainya kegiatan2(‘Prior/Didahulukan’)
         Maknanya adalah adanya pengakuan terhadap hak masyarakat untuk mengatakan:  ‘Ya’ atau ‘Tidak
UNSUR-UNSUR FPIC
FPIC adalah singkatan dari empat buah kata, yaitu:
1.   Free/Bebas: Keputusan yang diambil melalui proses yang saling menghormati tanpa  penggunaan cara kekerasan, pemaksaan, intimidasi, ancaman dan sogokan
2. Prior/ Didahulukan: Perundingan dilakukan sebelum pemerintah, investor dan perusahaan memutuskan apa rencana mereka.  Artinya perundingan dilakukan sebelum bulldozer datang dan sebelum pengukur dan pematok tanah masuk ke wilayah adat
3. Informed/ Diinformasikan:
        a. Orang luar harus menyediakan informasi yang mereka miliki kepada masyarakat yang   sesuai dengan kegiatan yang dilakukan di wilayah masyarakat, dengan cara dan bahasa yang dimengerti masyarakat setempat.
        b. Masyarakat diberi kesempatan dan waktu yang cukup untuk membaca, menilai dan mendiskusikan informasi yang diberikan kepadanya.
        c. Masyarakat bersama-sama secara partisipatif memiliki waktu untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan, sehingga masyarakat mendapatkan dampak dari rencana yang diajukan.
4. Consent/ Persetujuan:
      a. Keputusan-keputusan dan kesepakatan-kesepakatan yang dicapai harus melalui proses terbuka dan proses yang bertahap yang menghormati peraturan adat dan orang yang diberi mandat dan ditunjuk oleh mereka sendiri
      b. Tidak ada kesepakatan atau keputusan masyarakat didapatkan hanya dari pemimpin masyarakat tanpa melalui persetujuan dari anggota masyarakatnya

Defenisi FPIC

      Sampai saat ini defenisi mengenai FPIC baru dimiliki oleh dunia kedokteran dengan nama persetujuan tindakan medik yang merupakan terjemahan dari istilah informed consent.  Istilah ini dapat ditemui dalam Permenkes No. 585/Men.Kes/Per/DC/IX/1989. Peraturan ini mendefenisikan informed consent sebagai persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.
      Namun penggunaan dan pendefenisian istilah tersebut belum bisa ditemukan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur PSDA. Selama ini dalam kerja-kerja advokasi istilah FPIC diterjemahkan dengan: persetujuan bebas tanpa paksaan


MAKNA
      Maknanya adalah menghormati sistem masyarakat adat dalam mengambil keputusan dan memilih orang yang mewakilinya.
      Maknanya adalah jika orang luar ingin memanfaatkan wilayah masyarakat adat maka mereka wajib menjelaskan apa yang mereka lakukan dan merundingkannya dengan masyarakat yang prihatin dan tahu bahwa masyarakat bisa setuju atau tidak setuju dengan rencana yang diajukan.

DASAR HUKUM FPIC
      Pasal 18 B Ayat 1 UU 1945. Pasal ini adalah pasal yang memberikan pengakuan terhadap masyarakat adat. Meskipun bunyi pengakuan itu masih diletakan pada syarat-syarat tertentu.
      Beberapa peraturan daerah
      Permen Agraria tentang Tanah Ulayat
Peraturan Internasional tentang Hak Asasi Manusia:
      FPIC tidak diakui secara eksplisit/terbuka di peraturan Internasional
      ILO 169: 6(2) y 7(1) Peraturan tentang ketenagakerjaan
      CBD: 8j Konvensi keanekaragaman hayati tentang masyarakat adat
      Deklarasi PBB tentang hak masyarakat adat (Pasal 10, 11 Ayat 2, 19, 23, 26, 28, 32)
      Kovenan ECOSOC
Negara Wajib Mengakui Hak ini
      Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat
      Konvenan Internasional tentang anti diskriminasi rasial
      Konvenan Internasional tentang hak sipil dan politik
      Konvenan Internasional Hak ekonomi sosial dan budaya
      Konvensi Internasional tentang keanekaragaman hayati
Artinya FPIC harus dihormati di Indonesia
FPIC Penting bagi Masyarakat Adat
      Menyeimbangkan hubungan masyarakat dengan pihak luar karena ini berarti menghormati hak masyarakat adat atas wilayahnya dan memutuskan apa yang masyarakat ingin lakukan di tanahnya
      Artinya pembangunan bisa dilakukan hanya jika masyarakat adat telah menerima rencana kerja yang menguntungkan mereka
      Artinya pembangunan yang merugikan dan membahayakan mereka tidak bisa dilaksanakan di sana jika masyarakat menolak


YANG HARUS DIPAHAMI adalah :
      FPIC, sebagai proses bukan peraturan
      Masyarakat dan sektor swasta merundingkan secara langsung tanpa mediasi maupun peraturan dari negara
      Apakah masyarakat adat cukup kuat untuk secara mandiri menghadapi perusahaan bahkan jika perusahaan mengatakan mereka menghormati FPIC?
      FPIC tidak mungkin ada tanpa didahului pengakuan (wilayah, kewenangan, menerapkan hukum adat).
      Pengakuan yang setengah hati hanya akan membuat FPIC menjadi parsial. FPIC yang utuh menghendaki pengakuan yang bulat.
      Hukum Internasional mengakui bahwa hak masyarakat adat tidak tergantung pada hukum suatu Negara karena hak mereka berasal dari hukum dan kebiasaan mereka sendiri.
      Ini karena hak asasi manusia dianggap bawaan bukan merupakan pemberian suatu pemerintahan 
FPIC=Sebuah Perikatan
      Empat unsur yang termuat dalam istilah FPIC hampir mirip dengan sarat sahnya perikatan dalam hukum perdata (Pasal 1320 dan 1321 KUHPer). Perikatan hanya sah apabila:
1.      Adanya kata sepakat para pihak
2.      Cakap hukum
3.      Menyangkut suatu hal tertentu (objek perjanjian)
4.      Menyangkut sebab yang halal
      Khusus syarat yang pertama, para pihak harus memiliki kemauan bebas.
      Kemauan bebas dianggap tidak ada bila kata sepakat itu diberikan karena adanya kekhilafan, penipuan atau paksaan (1321 KUHPer)
      Dalam konteks ini maka FPIC bisa juga dilihat sekaligus sebagai syarat sahnya persetujuan dan juga hak untuk menolak/hak untuk tidak setuju.
      Namun demikian, FPIC sedikit berbeda dengan peristiwa perikatan perdata karena di dalam FPIC terdapat kandungan hukum publik, sementara peristiwa perikatan dalam hukum perdata adalah murni bersifat private. Perundingan tidak hanya melibatkan pihak pelaksana tetapi juga melibatkan pihak pengambil kebijakan. Apalagi kegiatan atau proyek yang dirundingkan adalah dalam konteks pembebasan atau pencabutan hak atas tanah untuk kepentingan umum (pengadaan tanah untuk pembangunan).
Menerapkan FPIC
      Persiapan komunitas (misalnya pemilihan wakil masyarakat untuk berunding, identifikasi wilayah adat, pemetaan partisipatif, identifikasi sejarah penguasaan tanah dan SDA dan sebagainya).
      Mengidentifikasi lawan negosiasi
      Melakukan perundingan


Aktor dalam Masyarakat yang Terlibat
Seluruh pengambil keputusan dalam komunitas, seperti:
      Tokoh Adat
      Kepala Desa
      Tokoh Agama
      Kaum muda
      Perempuan
      Penggerak masyarakat,
  Semua pengambil keputusan dalam komunitas harus terlibat, salah satunya agar terjadi proses check and balance di komunitas dan juga untuk menghindari representasi yang keliru.  
Kapan seharusnya kegiatan FPIC tersebut dilaksanakan di masyarakat?
Idealnya FPIC diterapkan ketika sebuah proyek pembangunan masih dalam tahap perencanaan, Artinya ia belum beroperasi di dalam wilayah masyarakat adat → Dalam situasi seperti itu, maka arah dari FPIC adalah mencapai consent, yang dimaknai sebagai keputusan yang bisa berarti YA dan bisa berarti TIDAK.
Kapan FPIC dilaksanakan
Itu tidak berarti FPIC tidak dapat diterapkan pada proyek pembangunan yang sudah ada.             Dalam situasi seperti ini memang sangatlah sulit mencapai keputusan YA atau TIDAK. Karena itu, dalam prakteknya kesepakatan yang dicapai  biasanya berupa ganti rugi dan pembangunan infrastruktur di masyarakat oleh perusahaan, pembatasan kegiatan proyek, misalnya tidak boleh beroperasi di kawasan keramat, kesepakatan bahwa proyek tidak mengganggu mata pencaharian masyarakat, dll. Sedangkan jika konflik itu melibatkan pemerintah, maka hasil yang dicapai dari proses FPIC dapat berupa pengakuan terhadap hak masyarakat adat, ijin kepada masyarakat adat untuk memanfaatkan sumber daya alam, dll.
Pelaksanaan FPIC yang benar di masyarakat
      Informasi harus diberikan kepada masyarakat adat di awal perencanaan proyek pembangunan
      Proses selanjutnya di masyarakat adat adalah menganalisis informasi itu
      Berdasarkan analisis atas informasi tersebut masyarakat adat menyatakan SETUJU atau TIDAK SETUJU terhadap rencana proyek yang akan masuk itu.
      Jika masyarakat adat menyatakan SETUJU maka dimulailah proses perundingan selanjutnya, yang mengarah pada kesepakatan mengenai: ganti rugi, kepastian hak, pembagian keuntungan, dan sebagainya.
      Jika masyarakat adat menyatakan TIDAK SETUJU maka keputusan itu haruslah dihormati. Artinya, tidak boleh ada aktivitas yang memaksakan masuknya proyek tersebut.
      Keputusan apapun yang diambil oleh masyarakat adat harus dihormati.
Bagaimana pelaku usaha dan pemerintah memposisikan dirinya dalam proses FPIC ini?
  Pelaku Usaha:
Memposisikan diri sederajat dengan masyarakat adat. Ini berarti pelaku usaha harus memahami bahwa masyarakat adat punya keberbedaan dari sisi pengetahuan, bahasa, adat istiadat dan sebagainya. Oleh karena itu, dalam proses FPIC, pelaku usaha menghormati keberbedaan itu.
    Pemerintah:
Dalam banyak hal ketidak hadiran pemerintah dalam penyelesaian konflik justru menghasilkan ketidakadilan bagi masyarakat adat. Namun kehadiran pemerintah juga dapat menciptakan hal yang sama.  Hal itu sangat tergantung pada peran apa yang dimainkan oleh pemerintah. Keberpihakan pemerintah pada investor hanya akan menjatuhkan kredibilitas pemerintah di mata masyarakat adat. Sementara keberpihakan kepada masyarakat adat juga berakhir pada merosotnya kepercayaan investor. Dalam situasi demikian, pemerintah hendaknya berpihak pada keadilan. Adalah kewajiban bagi pemerintah untuk membuat hukum yang memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap hak masyarakat adat dalam rangka mendekatkan mereka pada keadilan.
Apa yang harus dilakukan agar kegiatan FPIC ini lebih berarti di masyarakat?
Pengakuan atas hak-hak masyarakat adat menjadi syarat dari penerapan FPIC. Sangat sulit memaksakan pihak lain untuk bernegosiasi dengan masyarakat adat di tengah situasi di mana tidak ada kejelasan status hak masyarakat adat atas wilayah yang menjadi objek sengketa. Oleh karena itu, pemerintah bertanggung jawab merancang hukum yang mengakui hak-hak masyarakat adat atas wilayah adat. Pengakuan terhadap sistem kepemilikan masyarakat adat atas wilayah adat merupakan salah satu kunci dalam  upaya menciptakan atau paling tidak mendekatkan masyarakat adat pada keadilan.
Hak atas FPIC terdapat pada pasal-pasal berikut ini :
·         Pasal 10 tidak boleh relokasi tampa FPIC. Dilarang keras untuk melakukan relokasi sebelum mendapatkan persetujuan dari masyarakat adat
·         Pasal 11 negara harus melakukan pemulihan bagi masyarakat adat yang kepemilikan budaya, intelektual, religi dan spiritual di ambil tampa FPIC kesepakatan dari masyarakat adat
·         Pasal 28 pemulihan hak atas tanah, wilayah dan sumberdaya yang dikuasai atau digunakan dan yang telah disita, diambil alih, dikuasai, digunakan atau dirusak tampa kesepakatan FPIC
·         Pasal 29 tidak boleh ada penimbunan atau pembuangan sampan diatas tanah dan wilayah adat tampa FPIC
·         Pasal 32 FPIC harus dilakukan sebelum persetujuan atas proyek yang terkait dengan tanah, wilayah dan sumberdaya alam milik masyarakat adat.
Pengantar  Pengorganisiean Masyarakat Adat
Narasumber : Roni So
Kelompok mengangkat salah satu masalah menonjol yang terjadi di komunitas atau wilayah masing-masing.
Presentasi kelompok Flores bagian Barat :
·      Masalah : KSDA dan pemerintah merampas hak tanah adat
·      Apa yang dilakukan : mediasi, penghadangan, negosiasi, proses hukum : SK bupati, pelanggaran HAK ke Komnas HAM dan Makama Konstitusi,
·      Pihak yang terlibat : Masyarakat Adat, Gereja, Tomas, Toko pemuda dan toko Perempuan
·      Hasil yang dicapai : adanya kesepakatan antara Masyarakat Adat dan pihak pemerintah untuk tidak merampas tanah masyrakat adat.
Presentasi Kelompok Flores bagian Timur :
·      Masalah : ijin tambang illegal oleh Bupati Ende di 20 titik potensi tambang
·      Apa yang dilakukan : gerakan tolak tambang, pendidikan tambang, pengorganisasian kelompok lingkar tambang.
·      Pihak yang terlibat : gereja, Tomas, LSM, gerakan mahasiswa
·      Hasil yang dicapai :- pemberhentian sementara terkait izin tambang pasir besi nangaba, kesadaran rakyat semakin meningkat terkait tambang, rakyat tertipu oleh ijin (ijin eksplorasi, eksennya eksploitasi)
Presentasi kelompok Flores bagian Timur :
·      Masalah : batas hutan adat tahun 1984, pergeseran batas wilayah dan Masyarakat Adat tidak di libatkan dalam pengambilan keputusan.
·      Apa yang dilakukan : mengorganisasikan Masyarakat Adat, diskusi strategi perjuangan.
·      Pihak yang terlibat  : LSM, tomas, Masyarakat Adat,
·      Hasil yang dicapai : tanah berhasil di ambil kembali oleh Masyarakat Adat
·      Proses pengorganisasian selalu dimulai dengan situasi yang tertindas. Situasi yang kita alami dimasyarakat.
Profil Dan Peran Pengorganisasian Rakyat (Community Organizer/ Co)
Salah satu fungsi paling pokok seorang pengorganisir adalah memfasilitasi rakyat yang diorganisir. Karena itu, selain  memiliki keterampilan teknis  memfasilitasi, dia juga harus dapat  memahami perannya di masyarakat untuk memfasilitasi proses-proses yang membantu, memperlancar, mempermudah rakyat setempat agar pada akhirnya nanti mereka mampu melakukan sendiri semua peran yang dijalankan oleh sang pengorganisir. Maka, seorang pengorganisir fasilitator yang dinamis, paling tidak harus memiliki penghubung yang tepat di masyarakat, pengetahuan yang cukup luas, pandangan yang kerakyatan, dan tentu saja keterampilan teknis mengorganisir dan melakukan proses-proses fasilitasi tersebut.
Perlu diperhatikan, penghubung yang tepat tidak berarti selalu pemimpin yang dikenal luas masyarakat, para tokoh agama, atau lapisan para cendekiawan di masyarakat yang bersangkutan.
Banyak contoh bahwa penghubung yang handal dan tepat malah ‘orang – orang biasa’ yang tidak dianggap penting di masayarakat tersebut. Orang-orang tersebut malah sering kali tidak banyak omong, tetapi mereka adalah orang-orang yang memiliki komitmen yang jelas, sekaligus para pekerja keras yang membuat apa saja terlaksana dengan baik.
Seorang pengorganisir  rakyat penting memahami prinsip, metodologi, teknik , dan media-media komunikasi rakyat dan menggunakannya untuk kerja-kerja pengorganisaian yang dijalankannya. Seorang pengorganisir rakyat perlu memiliki ketrampilan tepat guna karena hal itu sangat berguna untuk berkomunikasi dan bergaul dengan rakyat yang diorganisir. Ingat, proses-proses dan media kreatif adalah “bahasanya” para pengorganisir  rakyat.
Pengorganisasian  rakyat pada akhirnya bertujuan untuk melakukan dan mencapai perubahan sosial yang lebih besar dan lebih luas. Karenanya, seorang pengorganisir rakyat bersama rakyat yang diorganisir harus bisa merancang strategi untuk  perubahan itu.
Beberapa Langkah Berikut Dapat Membantu Kita Memahami Bagaimana Perumusan Strategi Ke Arah Perubahan Sosial
1.      Bersama masyarakat menganalisis keadaan (pada aras mikro maupun makro) à untuk memperoleh pemahaman yang jelas mengenai perkembangan keadaan yang sedang berlangsung beserta seluruh latar belakang permasalahannya baik pada tingkat lokal, nasional dan internasional.
2.      Merumuskan kebutuhan dan keinginan masyarakat à Ajak masyatakat merumuskan kebutuhan dan inginan (jangka pendek, menengah dan panjang); mana yang lebih penting dicapai dahulu dan mana yang sementara ditunda?
3.      Menilai sumberdaya kemampuan masyarakat à Ajak masyarakat  secara jujur dan jernih melihat ke dalam diri sendiri:  sumberdaya dan kemampuan yang mereka miliki;  apakah mereka memang memeiliki tekad dan kesiapan bersama melaksanakan upaya-upaya untuk mencapai kebutuhan dan keinginan mereka?
4.      Menilai kekuatan dan kelemahan masyarakat sendiri dan ‘lawannya’ à bagaimana mengatasi kelemahan yang saat ini dimiliki, apakah kelemahan itu akan menghalangi usaha mencapai tujuan mereka dan apa kemungkinan yang harus dilakukan jika hal itu terjadi?
Menata Organisasi Dan Kesinambungan Organisasi Rakyat
Kesinambungan organisasi rakyat  sangat bertumpu pada sistem setempat. Salah satu ukuran keberhasilan pengorganisasian adalah apabila rakyat yang diorganisir dapat berkembang sampai pada tahap rakyat setempat benar-benar dapat mendirikan, mengelola dan mengendalikan organisasinya sendiri. Membangun organisasi rakyat berarti membangun dan mengembangkan suatu struktur dan mekanisme yang menjadikan mereka pada akhirnya sebagai pelaku utama semua kegiatan organisasi.
Harus diperhatikan bahwa  membangun struktur dan mekanisme kerja pada organisasi rakyat adalah membangun fungsi, bukan hirarki. Struktur dan mekanisme kerja kelembagaan yang khas pada tingkat masyarakat adalah berbeda dengan ORNOP/LSM dan organisasi lainnya.
Hal yang penting dalam membangun organisasi rakyat adalah membangun nilai-nilai baru dan etik kerelawanan. Jaminan bagi keberlanjutan organisasi rakyat dan kerja-kerja pengorganisasian yang dijalankannya adalah kemampuannya menggali sumberdaya sendiri dan jaminan penghidupan yang layak bagi pengorganisir dan keluarganya.
Keberlanjutan organisasi rakyat juga sangat ditentukan oleh sejauhmana  organisasi tersebut mampu mengembangkan generasi ‘lapis kedua’ dan lapis-lapis berikutnya. Maka, kaderisasi dalam organisasi rakyat,  --dan tentunya juga Ornop--,  sangat penting untuk dilakukan.
 Prinsip Pengorganisasian Masyarakat
Pengorganisasian masyarakat merupakan akibat logis dari analisis tentang apa yang terjadi dalam masyarakat kita. Ada banyak ketidakadilan yang terjadi setiap saat di sekitar kita yang disebabkan oleh ketimpangan relasi kekuasan di dalam masyarakat.   Maka, pengorganisasian masyarakat pada dasarnya merupakan tindakan-tindakan nyata dalam berbagai kegiatan yang menentang dan bertujuan menghapuskan semua ketidakadilan dan relasi-relasi kekuasaan yang menyebabkan ketidakadilan tersebut.
Pengorganisasian masyarakat bukan untuk popularitas diri, melainkan suatu kerja tanpa pamrih memperkuat perempuan (masyarakat) agar mereka mampu mengorganisir diri menentang dan menghapuskan semua ketidakadilan dan penindasan. Karena itu,  pengorganisaian masyarakat prinsipnya juga bepihak pada perempuan (rakyat) yang menjadi korban ketidakadilan dan tertindas. 
2. Pengertian
    Pengorganisasian masyarakat mengandung pengertian luas.
    Konsep masyarakat di sini tidak hanya merujuk pada komunitas yang khas dalam suatu konteks perkumpulan warga tertentu (community),  tetapi juga  masyarakat pada umumnya (society).
    Istilah Pengorganisasian mengandung pengertian suatu kerangka proses menyeluruh untuk memecahkan permasalahan dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki  di tengah rakyat.
    Dalam praktik, pengorganisasian masyarakat pada dasarnya merupakan cara pendekatan dan kerja bersengaja secara terencana dan sistematis dalam rangka memecahkan masalah dan akar ketidakadilan dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mewujudkan tatanan masyarakat yang adil.
    Harus benar-benar dipahami bahwa pengorganisasian masyarakat bukanlah sekumpulan “resep atau rumus” baku, tetapi perlu dijalankan dengan memperhitungkan kondisi di masing-masing tempat.
    Sebab, setiap keadaan, isu, masalah,  atau tindakan di tengah dan oleh rakyat selalu mengandung pengertian yang khas pada suatu kelompok masyarakat tertentu pula.
    Untuk itu,  seseorang harus terlibat ke dalam kehidupan rakyat bersangkutan, dan hanya dengan demikianlah proses pengorganisasian masyarakat dapat dimulai.

3. Syarat-syarat
    Ada masyarakat yang bersama-sama berkehendak menjawab/memecahkan ketidakadilan yang ada di tempatnya.
    Tersedia pengorganisir masyarakat  (community organizer/CO) yang benar-benar  paham  peran dan fungsinya,  serta menjalankan peran dan fungsinya itu dengan efektif.
    Ada komitmen dan keberpihakan yang kuat dari semua pihak yang terlibat untuk memecahkan ketidakadilan tersebut.
    Ada kesediaan semua pihak yang terlibat tersebut untuk berbagai peran dan menjalankan perannya  dengan efektif dan penuh tanggung jawab.
3.   Hari ke Tiga (7 Juni 2013)
Sosiaisasi Keputusan Mahkama Konstitusi (Kembalikan hutan Adat )
Oleh : Eramus Cahyady
Hutan dibagi kedalam tiga bagian :
1.      Hutan Adat
2.      Hutan Negara
3.      Hutan Hak
Defenisi hutan adat adalah hutan yang dimiliki masyarakat adat yang berada diwilaya masyarakat adat  dan sifat penguasaanya adalah sifat komunal ( milik Bersama )
Hutan Hak adalah : hutan yang berada diatas tanah milik individu dan dibuktikan dengan sertivikat kepemilikan. Dan jika di hutan hak itu tidak memiliki pembuktian yang kuat maka hutan tersebut adalah hutan adat.
Hutan negara adalah : hutan yang berada diwilaya kekuasaan adat atas pemberian atau pembagian dari hutan adat. Akan tetap dari keadaan sebelumnya adalah hutan adat dikuasai sepenuhnya oleh negara.
Keputuasan Makama Konstitusi mengatakan bahwa hutan negara merupakan hutan yang diberikan oleh hutan adat dan hutan hak juga hutan yang berada di wilayah hutan adat
Gerakan AMAN ke depan adalah kembali mengkawal soal keputusan MK dan sekaligus mendorong perubahan hukum untuk menjawab tujuan yang diperjuangkan oleh AMAN.
Dan keputusan MK adalah tahap awal kemenangan kecil dari perjuangan AMAN, untuk mendorong perubahan yang besar melawan kekuatan kepentingan dari negara yang lebih berpihak kepada pemodal.  Yang harus dilakukan oleh negara adalah membuat kebijakan untuk menjalankan keputusan MK dengan kembali menunjukan masyarakat adat itu ada.
Kemudian AMAN harus menunjukan berbagai macam dokumen :
1.   Sejarah masyarakat adat
2.   Peta wilayah masyarakat adat
3.   Menunjukan kearifan dari setiap komunitas masyarakat adat
4.   Mebuktikan berbagai batas-batas yang jelas antara pembagian hutan  antara kekuasaan masyarakat adat dan kekuasaan negara.
Dan selanjutnya AMAN segera mengkonsolidasi kekuatan dukungan untuk menjelaskan  keputusan MK dan kemudian mensosialisasikan secara luas tentang keputusan MK, lalu mendorong pemerintah (Presiden, Gubernur dan Bupati) untuk membuat peraturan  atau keputusan yang berada di setiap daerah demi mengamankan keputusan MK. Lalu AMAN juga segera melakukan Advokasi terhadap hasil keputusan MK.
AMAN juga mendorong DPRD untuk membuat perda tentang pembagian kekuasaan hutan negara dan hutan adat. Lalu kemudian segera AMAN wilayah mengkonsolidasi untuk mengajukan perda daerah di masing-masing wilayah di NTT.
Program Advokasi Dalam Konteks Keputusan MK
Narasumber : Vincen Sangu
1.      Tim Inti ( pendukung )
2.      Baris Terdepan
3.      Kerja Basis
A. Kerangka Kerja AMAN Nusa Bunga Juli- Desember
1.   Organisasi :
-       Kesekretariatan
-       Melakukan pendataan terhadap komunitas calon anggota AMAN
-       Malakukan perluasan struktur ke komunitas yang belum bergabung ke AMAN
-       Penguatan komuniootas adat
-       Pembentukan organisasi sayap : Perempuan adat dan Pemuda adat
-       Penguatan struktur AMAN
2.   Hukum dan advokasi
-       Sosialisasi keputusan MK terkait yudisial reviuf UU 41/1999 tentang kehutananke daerah-daerah dan komunitas-komunitas adat
-       Melkukan investigasi masalah di komunitas
-       Pemasangan plang putusan MK di wilayah hutan adat
-       Pemetaan partisipatif
3.   Pendidikan dan pelatihan
-       Pendidikan dan pelatihan CO di daerah
-       Pendidikan hukum kritis
-       Pelatihan pemetaan partisipatif bagi para fasilitator UKP3
-       Pelatihan pelaporan keuangan sistem akurat
-       Mendirikan sekolah rakyat
4.   Politik
-       Memenangkan kader aman yang direkomendasi pada pemilu legislatif 2014
-       Pendidikan politik bagi masyarakat adat
-       Aksi sosialisasi hasil keputusan MK
Rencana Harus Lanjut
No
Program kegiatan
Waktu
Penanggungjawab
Sumber dana
1
Sosialisasi keputusan MK
-diskusi kampung dengan komunitas
-diskusi dengan struktur AMAN di komunitas
Juni- Agustus 2013
PW dan PD
PB AMAN
2
Pembentukan Struktur AMAN Flores bagian Tengah
Agustus 2013
PW dan komunitas anggota AMAN

3
Pelatihan fasilitator UKP3
Juli-agustus 2013
PW dan UKP3
PB AMAN
4
Pelatihan keuangan untuk pengurus daerah
Juli-agustus 2013
PW dan PB AMAN

5
Konsolidasi politik pilkada dan pilek
Juli-desember 2013
PW,PD, komunitas Anggota AMAN dan organ sayap

6
Iuran Anggota
Juni-desember
PW,PD, komunitas Anggota AMAN dan organ sayap

7
Pelatihan CO pemuda Adat
Agustus -september
PW
PB AMAN
8
Pembentukan koperasi
Oktober
PW,PD, komunitas Anggota AMAN dan organ sayap

9
Evaluasi
Desember 2013
PW



B.     Kerangka kerja Rencana Harus Lanjut ( RHL ) AMAN Flores Bagian Barat
No
Apa yang ingin dicapai
Proses untuk mencapai tujuan
Waktu
Penanggung jawab
1
Masyarakat adat mengambil kembali hutan adat atau tanah ulayat ( lingko )  yang selama ini di ambil oleh negara
-          Menyiapkan naska  Keputusan MK
-          Mendiskusikan Keputusan MK di tingkatan Basis dan membuat peta partisipatif
-          Melakukan pemasangan plang di batas hak ulayat masyarakat adat
-          Masyarakat tetap mengerjakan kembali dikebun masing-masing
Awal juli 2013
-          Tua golo, tua teno, Tokoh adat
-          3 pilar
-          PD Aman FLOBAR
2
-          Lahirnya perda keberadaan pengkuan M.K  dan penguatan lembaga adat
-          Perda tentang pengukuhan Hutan adat / tanah ulayat masyarakat Adat
-          Pengumpulan data-data yang berhubungan dengan keberadaan masyarakat adat
-          Analisis Data-data yang terkumpul 
-          Menunjukan bukti-bukti sejarah yang mendukung keberadaan masyarakat adat. Membentuk Tim dan penyusunan N.A dan ranperda
-          Menyerahkan naska kepada DPRD setempat
-          Konsultasi Publikk

September- desember 2013
-          TIGA PILAR (MA, Gereja, Pemerinyah)
-          TUA ADAT
-          PD AMAN
AMAN

C. Kerangka kerja dan Rencana Harus Lanjut (RHL) AMAN Kabupaten Ende
No
Hasil yang ingin dicapai
Proses mencapai hasil
Waktu 
Penanggu jawab dan pendukung
1.
Mengambil alih Hutan adat yang selama ini di kelaim oleh negara
-          Melakukan penguatan kelembagaan komunitas adat di setiap komunitas se flores
-          Diskusi kampung terkait dengan keputusan MK no 35 tahun 2012 dikomunitas adat saga, wologai, dan diwilayah  flores tengah
-          Pemasangan plang di dua komunitas saga  dan wologai
-          Pertemuan evaluasi program 2013 dan rencana kerja 2014
Juli-september 2013


September–november 2013




SDA 2013


Des,2013 
Co dan KMA masyarakat adat PW dan PD

CO dan Komunitad adat
PW dan PD



Komunitas adat saga dan wologai
2
Terdaftarnya komunitas adat wologai, samba, nuaja menjadi anggota Aman
Mendaftarkan komunitas –komunitas adat kedalam Aman
Juni – juli 2013
Co dan komunitas adat

D.    Kerangka kerja dan Rencana Harus Lanjut (RHL) AMAN Flores Bagian timur
1.      Kegiatan –kegiatan yang dilakukan dalam proses pengorganisasian
-          Ternak ayam
-          Penangkapan ikan/ nelayan
-          Gotong royong
-          Penataan desa
-          Pembukaan jalan desa
-          Pertanian / produksitas tanaman kelapa
-          Cara pengolahan sagu
-          Pelatihan keterampilan
2.      Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam proses pengorganisasian
-          Pelatihan keterampilan
-          Penguatan kapasitas / pengorganisasian
-          Aksi demonstrasi
-          Pendidikan hukum kritis
Rencana harus lanjut
No 
Program kerja
Waktu
Keterlibatan/pendukung
Hasil yang dicapae
1
Komunitas
-Kerja kebun
-konsolidasi
-pertemuan
-penulisan sejarah asal-usul
-pemetaan
-persiapan data-data
-pembenahan struktur AMAN
-pemasangan Plank

Juni-Desember
Toko adat,LSM, masyarakat adat
-          Ke inginan masyarakat menguasai kembali wilayah adatnya
-          Perluh adanya pembda
-          Pengukuhan lembaga adat
3
Fron line( garis Depan )
-          Rancang perda
-          Lobi
-          Negosiasi
-          Kampanye
-          Diskusi


-          DPRD,
-          lembaga Ham
-          wartawan
-          Mas media
Disahkan perda yang mendukung putusan MK
Rencana Kerja Harus Lanjut
No
Apa yang ingin dicapai
Bagaiman proses untuk mencapai hasil
Waktu
Penanggung jawab
1
Mengusai kembali wilayah adat
1.      Kerja kebun/ menduduki lahan yang diklaim
2.      Pembenahan struktur lembaga adat
3.      Pemasangan Plang
4.      Menuliskan sejarah asal Usul
5.      Pemetaan wilayah partisipatif
6.      Diskusi kampung tentang keputusan MK
-          Juni 2013 Dst
-          Juni – september 2013
-          Juli –september 2013
-          Juli 2013 –juli 2013
-          Agustus 2013-agustus 2014

-          Ketua suku adat dan masyarakat adat
-          Komunitas dan PD Aman
-          Komunitas dan PD Aman
-          Komunitas adat PD, PW
-          Komunitas, PW JKPP 

2
Perda Pengukuhan lembaga adat
1.      Persiapan naska akademik/ perda
2.      Analisis naska akademik
3.      Sosialisasi keputusan MK
4.      Diskusi publik tentang naska akademik dan ranperda
5.      Finalisasi Naska akademik dan ranperda
6.      Penyerahan naska akademik dan ranperda ke DPRD Kab.sikka
7.      Konsultasi Publik tim penulis naska
September 2014

September 2015

Juni,juli 2013






 Pada tahun 2017
-          PB. Aman
LSM, FIRD, Bapikir , ypps dan DPR
-          Co, PD, PW
-          PB, PW, PD



LSM Pendukung,
-          Fird
-          Bapikir
-          Ypps
-          DPR


10.  Hasil kegiatan.
Kegiatan yang berlansung selama tiga hari di Ende ( Firdaus Center) menghasilkan beberapa resolusi dan rekomendasi penting yang harus dijalankan segerah oleh AMAN Wilayah Nusa Bunga , AMAN  Daerah  dan peserta Training CO.
1.      Melakukan sosialisasi keputusan MK di komunitas adat, baik anggota AMAN maupun belum anggota AMAN
2.      Melakukan pemasangan plang di wilayah hutan adat yang sudah di kembalikan oleh Negara sebagai bentuk kepemilikan terhadap hutan
3.      Menbentuk struktur AMAN di Flores tengah (Ende, Nagekeo, Bajawa)
4.      Melakukan lobi dan mendorong pemerintah Propinsi NTT dan Bupati sedaratan Flores Lembata untuk segerah mebuat perda yang mendukung keputusan MK dan berpihak kepada kepentingan masyarakat adat
5.      Melakukan aksi sosialisasi putusan MK secara serentak di daerah-daerah se Flores Lembata dan menuntuk pemerintah daerah agar sesegerah mungkin untuk membuat perda pendukung putusan MK
6.      Memfasilitasi pelatihan kegiatan pemetaan partisipatif di Nusa Bunga
7.      Mendesak Gubernur dan para Bupati sedaratan Flores Lembata segerah mencabut ijin tambang tidak pro rakyat dan segerah melakukan pemberhentian penambangan di wilayah AMAN Nusa Bunga Flores-Lembata.
8.      Masyarakat adat segerah menguasai kembali hutan adat dan mengelolahnya sesuai dengan kearifan local yang berlaku dimasing-masing komunitas adatnya
9.      Masyarakat adat segerah menuliskan sejarah asal-usulnya
10.  AMAN Nusa Bunga akan segerah merumuskan draf naskah akademik untuk dikirim ke DPRD
11.  Melakukan pendataan terhadap komunitas adat yang mau bergabung ke AMAN

11.  Kesimpulan dan saran penyempurnaan kegiatan yang akan datang
Berdasarkan beberapa paparan diats dapat disipulkan bahwa, Masyarakat adat sering diperlakukan secarah tidak adil oleh negara dan investor asing. Hak-hak mereka atas tanah dan hutan dirampas paksa oleh pihak perusahan dengan dalih pembangunan. Perampasan ataupun pengambil alihan lahan dan hutan tampa memberitahukan terlebih dahulu kepada masyarakat adat agar bisa mendapat persetujuan.  Masyarakat adat ditindas, dihisap dan bahkan ditembak mati ketika memperjuangkan kebenaran dengan menolak kehadiran pihak perusahaan diatas tanah dan hutan mereka. Masyarakat adat selalu dianggap sebagai kelompok yang lemah tidak berdaya dalam menghadapi serangan modal.
Kedatangan perusahaan asing kenegara kaya akan SDA ini memicu terjadinya konflik dengan masyarakat adat. Undang-undang No.41/1999 tentang kehutana yang menjebatani investor tersebut harus datang dan menjarah potensi alam yang terkandung di bumi pertiwi nusantara ini. Tatanan masyarakat adat dirusahkan, relasi sosial semakin rentan, tersingkirnya masyarakat asli karena tanah dirampas, pengangguran melimpah ruah karena ketiadaan lapangan kerja, dan kemiskinan pun semakin merajalela. Oleh karena itulah masyarakat adat tidak mengakui adanya negara, karena negara tidak pernah mengakui adanya masyakat adat yang lebih dulu hadir sebelum negara ini terbentuk. 
Masyarakat adat tidak pernah mendapatkan kemenangan di pengadilan disaat diproses melalui jalur hukum. Karena lembaga peradilan merupakan sarana negara yang dipersiapkan secarah khusus untuk membelah kepentingan investor. Oleh karena itu, untuk menegaskan dan menegosiasikan Hak Masyarakat Adat dengan melalui Penerapan Prinsip-Prinsip FPIC: sebagai upaya mendekatkan Masyarakat Adat pada Keadilan.
Perjuangan masyarakat adat mengembalikan hak-hak mereka terus dikomandangangkan selama ini. Keputusan MK 16 Mei 2013 No. 35/PUU-X/2012 merupakan dari perjuangan panjang masyarakat adat. Keputusan MK yang berpihak pada kepenti masyarakat adat memacu masyarakat adat semaking militan dalam perjuangan membelah kebenaran yang mereka miliki.
Peserta pelatihan berkomitmen akan melakukan sosialisasi keputusan MK ke komunitas mereka masing-masing, baik komunitas anggota AMAN maupun belum. Mereka juga akan melakukan pemasangan plang di wilayah hutan adat setelah pulang ke komunitas. Dengan plang yang dipasang nanti sesungguhnya kita menunjukan kepemilikan bahwa hutan itu bukan milik negara, melainkan milik masyarakat adat yang akan dikelolah untuk kehipan oleh masyarakat adat berdasarkan kearifan lokal setempat.
Dalam kegiatan itu secara bersama peserta merangcang kerangka kegiatan dan rencana harus lanjut masing-masing daerah yang mereka akan kerjakan setelah kegiatan pelatihan training CO.
Dari kesimpulan, maka saran yang boleh diajukan ialah :
Bagi AMAN untuk terus memfasilitasi pelatihan untuk para kader agar terlahirlah kader yang peduli, cekat dan cerdas dalam mengadvokasi persoalan masyarakat adat yang dihadapi di komunitasnya.
Bagi peserta : agar dapat mengimplentasi semua keputusan yang disepakati bersama untuk kepentingan perjuangan masyarakat adat yang berdaulat, mandiri, dan bermartabat.

III.  Penutup
Kegiatan pelatihan pengorganisasian (community organizer) yang diselenggarakan oleh AMAN Wilayah Nusa Bunga dapat berjalan denga lancar tampa hambatan. Hal itu, karena berkat kerjasama dari berbagai pihak yang mendukung perjuangan AMAN. Oleh karena itu pada kesempatan ini kami juga ingin mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada :
1.      Para nara sumber (Bapak Roni So, Vinsen Sangu, Eramus Cahyadi, Eustobio Rero Renggi) yang dengan setia membantu memfasilitasi proses kegiatan dimaksud sampai selesai
2.      Terima kasi kepada PB AMAN yang memberikan dukungan dana untuk kegiatan training CO
3.      Kepada para peserta training CO yang dengan penuh semangat berpartisipatif dalam kegiatan
4.      Kepada wartawa (Flores Pos, RRI, Viktori New) yang membantu mempublikasikan kegiatan AMAN ke public
Selain itu juga kami menyampaikan permintaan maaf yang sebesar-besarnya kepada semua pihak, apabila dalam kegiatan ini berlansung ada tutur kata, ungkapan, perilaku, dan tindak-tanduk ataupun pelayan dari panitia maupun pengurus AMAN Nusa Bunga yang tidak menyenangkan atau menyinggung perasaan dari bapak/ibu.
Laporan kegiatan ini dibuat dengan maksud  untuk memberitahukan kepada Pengurus Besar AMAN tentang perkembangan kegiatan training pengorganisasian di AMAN Wilayah Nusa Bunga (Flores –Lembata). Akhirnya kami dengan jiwa besar menantikan kritik dan saran yang membangun dari PB AMAN, sebagai upaya untuk memperbaiki dalam kegiatan-kegiatan selanjutnua.

Ende, 14 Juli 2013
Pengurus  Badan Pelaksana Harian (BPH) AMAN Wilayah Nusa Bunga

Sekertaris



LAURENS SERU
Ketua



PHILIPUS KAMI














LAMPIRAN I :
Data Base Peserta Training Community Organizer
No
Nama Lengkap
Asal Komunitas
1
Yohanes Ndate
Nua Ja Mokeasa
2
Beldiana Salestina
Saga
3
Gerardus Boro
Kebirangga
4
Kristoforus Ata Kita
Nangapanda
5
Hildagardis Urni
Loge Adak
6
Theresia Boleg
Lembata
7
Wilibrodus E. Masan
Muli Soda
8
Yohana Danse
Loge Adak
9
Yohana Lelo Wada
Belo Besi
10
Stanislaus Lay
Kalangmahit
11
Yosef Danur
Colol
12
Salomon Parera
Wologai
13
Kornelis Basot
Colol
14
Yokobus Juang
Penat Tuli
15
Daut P. Tambo
Wolokaro
16
Yuliana Ndara
Tomberabu
17
Stefanus Ola
Ile Ape
18
Sius Nadus
Mapitara
19
Aleksander Piter Lay
Ende
20
Herson Loy
Muli Soda
21
Lukas Lawa
Gololada
22
Martin Welan
Flotim
23
Katarina Panggo
Ende
24
Rosita Dalopes
Maumere
25
Agnes Nogo
Flotim

Share on Google Plus

About amannusabunga.blogspot.com

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar: